Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang dan stimulasi lingkungan yang kurang mendukung, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar.
Stunting berdampak jangka panjang hingga lanjut usia. Oleh karena itu, stunting berdampak sangat buruk bagi masa depan anak-anak.
Baca Juga: Pemerintah Buka Peluang Pangan Lokal jadi Alternatif Bantuan Atasi Penanganan Stunting
Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) menjelaskan bahwa pada fase 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) terjadi perkembangan pesat otak manusia yang menentukan banyak hal bagi kehidupan setiap individu.
Sebelum 1000 HPK, kondisi otak masih terbuka dan proses perkembangan terjadi. Hingga 24 bulan kemudian atau tepat dua tahun, ubun-ubun depan dan belakang bayi menutup.
"Dalam 1000 HPK kemampuan dasar manusia berkembang. Ini jika terganggu prosesnya, terjadi stunting," jelas dr. Hasto dalam keterangannya, Sabtu (6/8/2022).
Baca Juga: Emil Targetkan Prevalensi Stunting di Jawa Timur Turun 13,5%
Sebenarnya, stunting sudah bisa terdeteksi dan dicegah sejak bayi masih berupa janin di dalam kandungan. Ibu hamil yang kurang memperhatikan asupan nutrisi akan lebih berisiko melahirkan anak dengan kondisi stunting.
Pasalnya, asupan nutrisi yang pas seharusnya sudah dilakukan sejak anak masih dalam kandungan dengan cara Ibu hamil mengonsumsi makanan bergizi.
Namun, apabila bayi sudah terlahir dengan panjang atau tinggi badan di bawah standar dan terindikasi stunting, orang tua bisa memberikan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan anak dengan tepat sehingga risiko stunting bisa dikurangi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: