Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Strategi Sukses Swasembada Beras Perlu Diadopsi untuk Komoditas Pangan Lain

Strategi Sukses Swasembada Beras Perlu Diadopsi untuk Komoditas Pangan Lain Kredit Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dwi Andreas Santoso, semua itu berkat La Nina. “Yang memang jelas, dua tahun kita diselamatkan iklim, karena iklim La Nina. Jadi produksi padi meski tidak naik, turun sedikit, itu diselamatkan oleh La Nina,” kata Andreas, Senin (15/8). 

Fenomena iklim La Nina atau kemarau basah jika mengamati data 20 tahun terakhir, iklim ini biasanya meningkatkan produksi padi dengan sangat signifikan. Namun pada periode 2019- sampai saat ini, kenaikan produksi padi dianggap lebih dari cukup untuk konsumsi dalam negeri. 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Produksi padi pada 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 233,91 ribu ton atau 0,43 persen dibandingkan produksi padi di 2020 yang sebesar 54,65 juta ton GKG.

Selama tiga tahun, Indonesia juga disebut sudah tidak mengimpor beras. “Betul kita tidak impor, penyebabnya ? Terjadi penurunan konsumsi beras. Kalau penurunan konsumsi beras, maka beralih kemana, yang paling nyata ke gandum,” terang Andreas. 

Pemerintah mengklaim, prognosis pangan nasional tahun 2022, khususnya pada komoditas beras, menunjukkan adanya surplus 7,5 juta ton. Hal ini melanjutkan tren positif swasembada beras dengan produksi beras pada tahun 2020 sebesar 31,4 juta ton dan tahun 2021 sebesar 31,2 juta ton. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi produksi beras yang relatif stabil dari tahun ke tahun berdampak positif terhadap terjaganya harga beras nasional di tingkat konsumen.

“Swasembada beras yang telah dicapai tentunya masih dihadapkan oleh berbagai tantangan baik dari sisi hulu sampai ke hilir. Untuk itu, Pemerintah terus meningkatkan berbagai upaya perbaikan,” kata Menko Airlangga.

Namun Andreas mengingatkan pemerintah untuk terus memperhatikan kesejahteraan petani. Bagi petani dengan lahan kecil, bercocok tanam padi malah bikin mereka rugi. Berbagai insentif dan bantuan macam pupuk subsidi, yang diberikan pemerintah tidak banyak berpengaruh pada kehidupan mereka. 

“Bahwa usaha tani sekarang rugi, (insentif) tidak banyak membantu. Ada masalah yang krusial disitu. Yang harus kita atasi bersama,” ucap Andreas.

Belum lagi Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus turun di sepanjang tahun 2022. Data terkini, BPS melaporkan, nilai tukar petani (NTP) Indonesia pada Juli 2022 sebesar 104,2. Nilai ini turun 1,61% dibanding NTP bulan sebelumnya yang sebesar 105,96.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: