Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PLTU Batu Bara Berpotensi Bikin Indonesia Rugi hingga Rp100 Triliun

PLTU Batu Bara Berpotensi Bikin Indonesia Rugi hingga Rp100 Triliun Kredit Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Besarnya sumbangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara untuk listrik di Indonesia tak disadari dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi perekonomian Indonesia.

Hal tersebut terjadi lantaran sumbangan emisi gas rumah kaca dari sektor energi yang salah satunya adalah PLTU batu bara mencapai 58 persen dari keseluruhan di Indonesia.

Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari mengatakan jika dilihat pada tahun 2030 sektor energi menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia, yaitu 58 persennya dan juga salah satunya diakibatkan karena Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil khususnya di kelistrikan.

Baca Juga: Pengembangan EBT Bukan Cuma soal Potensi Energi Hijau di Indonesia

"Masih banyak energi fosil dan yang paling cepat tumbuhnya dari batu bara, pertumbuhan penggunaan listrik batu bara ini sejalan dengan pertumbuhan emisi gas rumah kacanya," ujar Adila dalam diskusi virtual, Kamis (18/8/2022).

Adila mengatakan, besarnya sumbangan gas rumah kaca tersebut berimplilasi pada indikator pemanasan global di Indonesia yang semakin parah, di mana selama delapan bulan terakhir sudah mengalami 2.207 bencana.

Di mana lebih dari 90 persennya adalah bencana hidrometeorologieperti banjir, kekeringan, longsor, dan cuaca ekstrim lainnya. Adila menyebut, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia (BI) cuaca ektrim menyebabkan kerugian sebesar Rp100 triliun per tahun.

"Ini sejalan dengan proyeksi yang dibuat Bappenas di mana kerugian ekonomi akibat perubahan iklim dari periode 2020 sampai 2024 mencapai Rp554 triliun, jadi pastinya akan terkena juga ekonomi kita akibat krisis iklim ini, dan ini terjadi ketika suhu global naik sebesar 1,1 derajat celcius," ujarnya.

Adila menyayangkan, komitmen iklim Indonesia membawa kenaikan temperatur global di 4 derajat celcius dan sangat jauh dari target global 1,5 derajat, oleh karena itu emisi Indonesia sangat tidak cukup.

"Komitmen kita yang masuk dalam 10 besar pengemisi gas rumah kaca terbesar di dunia," ungkapnya.

Rendahnya komitmen tersebut tergambar dari pertumbuhan penggunaan listrik batu bara Indonesia jika dibandingkan dengan negara G20 Indonesia mengalami kenaikan presentase paling banyak.

"Ketika negara-negara G20 lainnya tidak sebanyak itu, bahkan malah menurun presentase penggunaan PLTU batu baranya, kita dalam kurun waktu 2015 sampai 2020 itu bertambah 45 persen PLTU batu baranya. Tren 10 tahun ke depan energi kita masih didominasi batu bara hingga 2030 kalau tahun 2021 88 persen listrik kita berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 67 persenya batu bara dan ketergantungan ini masih ada sampai tahun 2030," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: