Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Tarif Ojol Bisa Bikin Pendapatan Driver Turun Lantaran Penumpang Sepi

Kenaikan Tarif Ojol Bisa Bikin Pendapatan Driver Turun Lantaran Penumpang Sepi Kredit Foto: Dimas Ardian/Bloomberg
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di bawah komando Budi Karya Sumadi mengenai tarif tranportasi online yang akan dinaikkan pada akhir bulan ini, terus menuai protes.  

Sejumlah pengemudi ojek online menilai, kenaikan tarif yang akan diberlakukan pada 29 Agustus nanti, dipastikan akan semakin mempersulit mereka mendapat penumpang.

Meski ada nada optimis dengan kenaikan tarif, tapi sejumlah pengemudi ojek online lebih khawatir kebijakan justru akan kontradiktif  dan berimbas negatif ke pengemudi karena konsumen akan semakin berhitung lagi jika ingin mengunakan jasa ojek online.

Asep Hermawan (38 tahun), salah satu driver ojek online Grab, menilai kenaikan bisa berdampak pada penurunan jumlah pelanggan, yang pada akhirnya malah sama saja malah mengurangi pendapatan harian.

"Kondisi saat ini mecari penumpang saja sulit, apalagi dinaikkan yah. Mencari penumpang saja kadang kita merasa diatur. Mestinya kebijakan pemerintah tidak aneh-aneh, normal saja lah," kata Asep, yang sudah bekerja sebagai Ojek online selama lima tahun,  saat ditemui pada Kamis (18/8).

Pria asal Kuningan, Jawa Barat, itu mengaku tak bisa berbuat banyak bila memang pemerintah menaikan tarif Ojol. Hanya saja, dia meminta jaminan agar penumpang tidak pindah ke transportasi lain.

"Bisa tidak pemerintah menjamin? Kalau naik dampaknya ini lho, bisa-bisa semakin berkurang, sekarang saja semakin susah," keluh Asep, yang bercerita ia terkena PHK di salah satu pabrik, hingga akhirnya bekerja sebagai Ojek online.

Menurut Asep, ia khawatir, kenaikan juga akan membuat penumpang mencari transportasi lain. Ujungnya, pendapatan harian semakin turun.

Sementara, pengemudi Ojol lainnya Winarto (40 tahun) mengatakan, berdasarkan pengalaman dia pada tahun 2020 ketika terjadi kenaikan tarif, orderan langsung menurun drastis.

Penghasilannya juga kena imbas. Sangat jarang dia mendapat order.  Ia khawatir, dengan kenaikan tarif di tengah kenaikan harga-harga, akan membuat konsumen makin jarang menggunakan layanan ojek online.

Sekarang, jika tarif bakal naik lagi, ketika kondisi ekonomi masih banyak kenaikan harga-harga, maka dipastikan permintaan konsumen juga akan semakin turun.

"Kita lihat pada 2020 kemarin, naiknya tarif itu berdampak banget, kondisi sekarang lagi begini ya, masak mau naik lagi," katanya.

Belum lagi, kata dia, kenaikan ini menjadi pertimbangan bagi para penumpang. Mereka pasti memperhitungkan kembali biaya yang harus mereka bayar, baik untuk biaya pesanan perjalanan maupun biaya pesanan makanan.

"Kenaikan, memang itu baik buat pendapatan kami juga, tapi ya, kalau dihitung naik atau tidak, kan kita kembali kepada penumpang atau pemesan (makanan), pendapatan ujungnya sama saja, tapi tidak ada jaminan juga akan naik," cetus dia.

Winarto berharap, seharusnya diciptakan mekanisme yang bisa mendongkrak permintaan dari konsumen. Kenaikan tarif, jangan sampai kemudian membuat orderan sepi. Sehingga, kenaikan tarif yang ide awalnya bagus untuk driver, tapi di lapangan kondisi sebaliknya, orderan semakin sepi.

"Kenaikan tarif, seharusnya meningkatkan pengguna, bukan malah sebaliknya malah sepi orderan. Pemerintah harus menjamin itu dulu yah, biar clear," tegas Winarto.

Kenaikan tarif ojol diatur melalui Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Keputusan ini terbit pada 4 Agustus 2022.

Penerbitan regulasi in menggantikan KM Nomor KP 348 Tahun 2019 dan akan menjadi pedoman sementara bagi penetapan tarif atas dan tarif bawah ojol.

Sebagai informasi, ojol terbagi dalam tiga zonasi, yakni zona I meliputi Sumatera, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali. Kemudian, zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Lalu, zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua.

Zona I

Besaran tarif ojol di zona I yang naik adalah biaya jasa minimal. Tarifnya naik dari antara Rp7.000 sampai dengan Rp10 ribu menjadi Rp9.250 sampai dengan Rp11.500.

Sementara, untuk biaya jasa batas bawah masih sebesar Rp1.850 per km dan biaya jasa batas atas sebesar Rp2.300 per km.

Zona II

Besaran tarif zona II naik dari Rp2.000 menjadi Rp2.600 per km untuk biaya jasa batas bawah. Sementara, untuk biaya jasa batas atas naik dari Rp2.500 menjadi Rp2.700 per km.

Sedangkan, biaya jasa minimal naik dari Rp8.000 sampai dengan Rp10 ribu menjadi Rp13 ribu sampai dengan Rp13.500.

Zona III

Seperti pada zona I, besaran tarif di zona III yang naik adalah biaya jasa minimal saja. Yakni, dari Rp7.000 sampai dengan Rp10 ribu menjadi Rp10.500 sampai dengan Rp13 ribu.

Sementara, untuk biaya jasa batas bawah masih sebesar Rp2.600 per km dan biaya jasa batas atas sebesar Rp2.300 per km.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: