Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Skema Pembatasan BBM Bersubsidi Lebih Rasional untuk Jaga Daya Beli Rakyat

Skema Pembatasan BBM Bersubsidi Lebih Rasional untuk Jaga Daya Beli Rakyat SPBU | Kredit Foto: Rena Laila Wuri

Trubus mengajukan skema lain agar pemerintah bisa menyelamatkan keuangan negara tanpa membebani masyarakat kecil. Ia menyarankan pemerintah membeli minyak dengan harga murah, menunda proyek ambisius, dan mengefisiensikan anggaran birokrasi.

"Ada cara lain yaitu pemerintah harus mencari sumber penghasilan lain, misal membeli minyak dari Rusia. Kan ada diskon 30%. Pemerintah menunda dulu proyek ambisius, PSN yang ambisius. IKN kan belum urgen, infrastruktur yang kira-kira tidak strategis dicoret dulu, ditunda. Efisiensi di birokrasi, jadi misalnya anggaran-anggaran yang tidak perlu, pejabat negara yang suka jalan-jalan, itu dipangkas semua," tambahnya.

Trubus berharap pemerintah saat ini memberi perhatian lebih pada upaya menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan kestabilan harga.

"Pemerintah fokus saja menjaga kestabilan harga dengan memberikan insentif pada masyarakat untuk bisa menjangkau harga-harga," pungkasnya.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rahman mengatakan opsi untuk menaikkan harga BBM secara berkala dinilai tidak efisien. 

“Kalau berkala tapi ujungnya tetap akan ke 10 ribu maka dampak inflasi diujung tahun ya akan tetap sama ya. Mungkin sedikit lebih rendah karena dampak second round nya tidak sebesar kalo langsung dinaikan ke 10ribu,” katanya.

Dalam proyeksi Office of Economist Bank Indonesia, jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite ke Rp 10.000 dan Solar ke Rp 8.500, potensi kenaikan inflasi hanya berada di 6%. 

Lalu dengan kenaikan harga BBM, potensi minus pertumbuhan ekonomi hanya -0.17%. Bank Mandiri masih optimis, meski masih ada sejumlah tantangan misalnya geo politik, potensi kenaikan harga BBM bersubsidi, namun proyeksi pertumbuhan di 2022 disebut masih mampu tumbuh diatas 5%. 

“Jadi ini memang pelonggaran PPKM yang meningkatkan mobilitas publik serta kinerja ekspor yang baik karena masih tingginya harga-harga komoditas masih mampu menopang pertumbuhan. Tetapi kalau BBM harganya dinaikkan pasti ada dampaknya ke growth. Namun secara net momentum pertumbuhan ekonomi 2022 masih lebih baik,” ungkap Faisal.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: