Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Unit Usaha Syariah CIMB Niaga Bukukan Kinerja Positif pada Semester I 2022

Unit Usaha Syariah CIMB Niaga Bukukan Kinerja Positif pada Semester I 2022 Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara (tengah) berbincang dengan Head of Marketing, Brand and Customer Experience CIMB Niaga Toni Darusman (kanan), Head of Sharia Strategy CIMB Niaga Ulil Amri (ketiga kanan), Head of Sharia Consumer CIMB Niaga Bung Aldilla (kedua kiri), Head of Sharia Business Banking CIMB Niaga Riboet Budiono (ketiga kiri), Head of Sharia Product & Business Process CIMB Niaga Ade Hotamawaty (kiri) dan Head of Risk Control Unit – Sharia CIMB Niaga Hadi Sudarso dalam acara Media Training & Outing CIMB Niaga Syariah di Denpasar, Kamis (25/8). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Menurut Pandji, potret pertumbuhan CIMB Niaga Syariah tersebut juga terefleksi dalam kinerja secara industri. Secara umum, pertumbuhan perbankan Syariah yang menggunakan model bisnis UUS lebih cepat dan tentunya turut mendorong pertumbuhan perbankan Syariah lebih pesat. Dalam enam tahun terakhir, pertumbuhan perbankan Syariah tanpa UUS hanya akan mencapai 13% (CAGR), namun dengan kontribusi UUS pertumbuhan rata-rata dipercepat menjadi 15%.

Dari sisi literasi dan inklusi, UUS juga terbukti dapat menambah jumlah nasabah Syariah secara signifikan. Karena UUS bisa memperluas inklusi keuangan Syariah, sehingga menjangkau semua lapisan masyarakat, termasuk dari kalangan rasionalis dan non-muslim tanpa mengurangi kesetiaan dari para nasabah loyalis. Terlebih jika perbankan tersebut menerapkan konsep Syariah First dalam penawaran produk-produknya kepada nasabah, maka akselerasi literasi dan inklusi perbankan Syariah akan lebih cepat.

 “Kepatuhan kepada prinsip-prinsip syariah (sharia compliance) juga menjadi hal fundamental yang selama ini ditegakkan oleh UUS. Kami memiliki sharia framework lengkap yang diterapkan secara konsisten dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariah. Seluruh produk perbankan syariah yang ditawarkan kepada masyarakat juga telah mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Bagi kami kepatuhan pada Syariah adalah komitmen tertinggi dan bukan hal yang dapat ditawar,” tegas Pandji. 

Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Penting dalam Pemulihan Ekonomi

Mempertimbangkan berbagai aspek keunggulan UUS, Pandji menyatakan pandangannya agar model bisnis UUS dapat dipertahankan. Karena model bisnis UUS dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan dalam langkah strategis pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan sebelumnya, bahwa insan perbankan syariah di Indonesia dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) mendukung Rancangan UndangUndang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang menghapuskan kewajiban pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Induk di tahun 2023. 

Dalam RUU P2SK tersebut, diatur mengenai kewajiban pemisahan untuk UUS hanya berlaku apabila porsi aset telah mencapai 50% atau lebih dari Bank Induknya. “Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya, Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.” (RUU P2SK Pasal 68 ayat 1). 

Hadirnya RUU P2SK tersebut menjadi harapan baru bagi para insan perbankan syariah, khususnya UUS, yang saat ini tengah menghadapi tenggat untuk melakukan spin-off dari Bank Induknya pada tahun 2023 sesuai amanat UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Amanat UU Perbankan Syariah tersebut sejatinya memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat perbankan syariah di Indonesia. Namun, berkaca dari kondisi perbankan syariah saat ini, penerapan kebijakan spin-off UUS pada 2023 dikhawatirkan kontra produktif dari tujuan tersebut.

 “Jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 Bank Umum Syariah (BUS) baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas. Akibatnya, alih-alih akan mempercepat pertumbuhan market share sebaliknya membuat perbankan syariah tidak kompetitif. Hal ini tentu bertentangan dengan arahan konsolidasi perbankan dari OJK yang mendorong penguatan modal untuk menghadapi krisis finansial di masa mendatang serta menghadapi skala bisnis lebih besar,” ujar Pandji.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: