Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bukan Kaleng-Kaleng! Royalti Batu Bara yang Dibayar Adaro Energy ke Pemerintah Meroket 315% Jadi US$1,21 Miliar

Bukan Kaleng-Kaleng! Royalti Batu Bara yang Dibayar Adaro Energy ke Pemerintah Meroket 315% Jadi US$1,21 Miliar Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) membayarkan royaliti batu bara ke pemerintah Indonesia senilai US$1,21 miliar pada semester pertama 2022. Nilai tersebut meningkat tajam jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Indonesia, Garibaldi Thohir, mengungkapkan bahwa kenaikan pembayaran royalti batu bara dari Adaro mencapai 315%, di mana pada semester I 2021 lalu royali yang dibayar sebesar US$291 juta. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan batu bara.

Baca Juga: Adaro Energy Milik Konglomerat Boy Thohir Cuan Kotos-Kotos: Pecahkan Rekor Tertinggi dalam Sejarah Gara-Gara Ini

"Royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah Indonesia bersama dengan beban pajak penghasilan pada periode ini naik 315% menjadi US$1.207 juta dari US$291 juta disebabkan oleh kenaikan pendapatan dari batu bara berkat kenaikan ASP (harga jual rata-rata)," jelas Garibaldi Thohir, Selasa, 30 Agustus 2022.

Untuk informasi, Adaro Energy berhasil mencatatkan kinerja positif sepanjang paruh pertama tahun ini. Pendapatan usaha bersih Adaro tumbuh 127% menjadi US$3,54 miliar pada semester pertama 2022. EBITDA perusahaan mencatatkan rekor tertinggi hingga 269% menjadi US$2,34 miliar. Begitu pula dengan laba bersih Adaro, nilai meningkat tajam 613% dari US$189 juta pada H121 menjadi US$1,35 miliar pada H122, tertinggi sejak Adaro IPO pada 14 tahun lalu.

"Hal ini dipicu oleh gabungan berbagai faktor yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat, mulai dari cuaca tak menentu yang mengakibatkan kenaikan permintaan bagi produk kami, sampai kelangkaan pasokan yang belum juga teratasi akibat masalah pengadaan alat berat dan cuaca buruk di wilayah-wilayah tambang secara global. Dampak terbesar disebabkan risiko geopolitis dari Eropa," lanjutnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: