Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Laba ADRO Anjlok 16% Sepanjang 2024, Ini Sebabnya

Laba ADRO Anjlok 16% Sepanjang 2024, Ini Sebabnya Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) mencatatkan laba bersih sebesar USD1,38 miliar atau setara Rp22,735 triliun (kurs Rp16.478 per USD), turun 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD1,64 miliar atau Rp26,982 triliun.

Penurunan ini sejalan dengan terkoreksinya pendapatan sebesar 3 persen menjadi USD2,079 miliar atau Rp34,230 triliun, di tengah melemahnya harga batu bara metalurgi akibat penurunan permintaan dari sektor properti dan infrastruktur di China.

Presiden Direktur dan CEO PT Alamtri Resources Indonesia Tbk, Garibaldi Thohir, menegaskan bahwa perusahaan tetap fokus pada efisiensi biaya dan strategi pertumbuhan berkelanjutan.

"Kami terus mempertahankan fokus pada keunggulan operasional dan pengendalian biaya di tengah kondisi makro yang dinamis. Dedikasi terhadap kepemimpinan dalam hal biaya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh aspek operasi dan tercermin pada margin EBITDA operasional kami. Dengan organisasi yang ramping, kami ingin bertumbuh secara berkelanjutan dan menangkap peluang pada ekonomi hijau," ujarnya, Jakarta, Rabu (5/4/2025). 

Baca Juga: Pendapatan Adaro Minerals (ADMR) Tetap Tumbuh di Tengah Fluktuasi Harga Batu Bara

Meskipun mengalami tekanan dari sisi harga, ADRO mencatatkan peningkatan produksi dan penjualan batu bara metalurgi melalui anak usahanya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR). Sepanjang 2024, volume produksi naik 30 persen menjadi 6,63 juta ton, sementara volume penjualan meningkat 26 persen menjadi 5,62 juta ton. Namun, kenaikan volume ini belum mampu menutupi dampak dari penurunan harga jual rata-rata (ASP) sebesar 16 persen.

Penurunan harga ini disebabkan oleh lemahnya permintaan baja, yang erat kaitannya dengan kondisi pasar properti dan infrastruktur di China. Sebagai pasar utama batu bara metalurgi, perlambatan di China berdampak langsung pada harga jual komoditas ini, sehingga mempengaruhi pendapatan ADRO.

Di tengah tekanan harga, ADRO berhasil menekan beban pokok pendapatan hingga 5 persen menjadi USD1,205 miliar atau Rp19,834 triliun. Namun, biaya pertambangan melonjak 27 persen menjadi USD147 juta atau Rp2,421 triliun akibat peningkatan volume produksi dan pengupasan lapisan penutup yang naik 26 persen menjadi 23,55 juta bcm dengan nisbah kupas 3,55x.

Sementara itu, beban usaha mengalami lonjakan 49 persen menjadi USD140 juta atau Rp2,304 triliun akibat ekspansi bisnis, meskipun royalti kepada pemerintah justru turun 7 persen menjadi USD147 juta atau Rp2,421 triliun. Di sisi lain, beban pajak penghasilan meningkat 4 persen menjadi USD172 juta atau Rp2,832 triliun.

Baca Juga: Adaro Andalan (AADI) Baru Gunakan Dana IPO Buat Bayar Utang, Segini Nilainya!

Secara keseluruhan, EBITDA operasional ADRO turun 7 persen menjadi USD982 juta atau Rp16,165 triliun, dengan laba inti mengalami koreksi 2 persen menjadi USD648 juta atau Rp10,664 triliun. Margin EBITDA operasional tetap solid di angka 47 persen sepanjang tahun.

ADRO juga mengalami penurunan signifikan dalam struktur keuangannya. Total aset perusahaan per akhir 2024 tercatat USD6,702 miliar atau Rp110,335 triliun, turun 36 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama terjadi pada saldo kas dan setara kas yang menyusut 58 persen menjadi USD1,406 miliar atau Rp23,146 triliun, sehingga kini hanya mencakup 21 persen dari total aset. Aset lancar mengalami kontraksi 39 persen menjadi USD2,606 miliar atau Rp42,922 triliun, sementara aset tidak lancar turun 34 persen menjadi USD4,096 miliar atau Rp67,443 triliun.

Dari sisi liabilitas, total kewajiban ADRO turun drastis 57 persen menjadi USD1,331 miliar atau Rp21,914 triliun. Liabilitas jangka pendek mengalami penurunan 70 persen menjadi USD647 juta atau Rp10,646 triliun, terutama akibat pelunasan Senior Notes senilai USD697 juta atau Rp11,474 triliun, serta penurunan utang usaha, utang dividen, dan beban yang masih harus dibayar masing-masing sebesar 54 persen, 53 persen, dan 41 persen.

Liabilitas jangka panjang juga turun 26 persen menjadi USD684 juta atau Rp11,261 triliun akibat berkurangnya provisi biaya dekomisioning serta rehabilitasi, reklamasi, dan penutupan tambang. Utang berbunga menyusut drastis 61 persen menjadi USD548 juta atau Rp9,022 triliun.

Sementara itu, total ekuitas ADRO per akhir 2024 mencapai USD5,371 miliar atau Rp88,428 triliun, turun 28 persen akibat pembagian dividen tunai final tambahan pada Desember 2024.

ADRO mencatat arus kas dari aktivitas operasional naik 75 persen menjadi USD2,011 miliar atau Rp33,113 triliun. Kenaikan ini didorong oleh berkurangnya pembayaran royalti serta pajak penghasilan badan, yang turun 71 persen menjadi USD446 juta atau Rp7,340 triliun.

Dalam aktivitas investasi, ADRO mencatat arus kas masuk USD1,437 miliar atau Rp23,654 triliun, melonjak 347 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan ini terutama berasal dari penjualan saham AADI melalui mekanisme PUPS senilai USD2,181 miliar atau Rp35,892 triliun. Di sisi lain, pembelian aset tetap meningkat 45 persen menjadi USD813 juta atau Rp13,383 triliun sebagai bagian dari rencana investasi jangka panjang perusahaan.

Baca Juga: Alamtri Resources (ADRO) Masuk 5 Besar Perusahaan Indonesia Terbaik di Asia Pasifik Versi TIME 2025

Sepanjang 2024, belanja modal ADRO meningkat 36 persen menjadi USD514 juta atau Rp8,462 triliun, yang dialokasikan untuk pembelian dan penggantian alat berat, investasi pada smelter aluminium dan fasilitas pendukung, serta pengembangan infrastruktur guna mendukung pertumbuhan volume.

Dari sisi pendanaan, arus kas yang digunakan untuk aktivitas pembiayaan melonjak 173 persen menjadi USD3,637 miliar atau Rp59,877 triliun, terutama karena peningkatan pembayaran dividen dan pelunasan Senior Notes.

Sebagai bagian dari inisiatif hijau, ADRO terus meningkatkan kontribusinya terhadap energi bersih. Solar PV MSW di Kelanis berhasil memproduksi 203,382 MWh pada kuartal IV 2024, sehingga total produksi energi terbarukan sepanjang tahun mencapai 835,027 MWh.

Selain itu, program co-firing di MSW berhasil mengurangi emisi karbon sekitar 1.226,90 ton CO₂e pada kuartal IV 2024, sehingga total pengurangan emisi sepanjang tahun mencapai 6.421,12 ton CO₂e.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: