
Bank Sentral Eropa (ECB) kesulitan dalam mengambil arah kebijakan moneter menyusul sejumlah faktor ekonomi dan geopolitik, salah satunya adalah kebijakan tarif dari Amerika Serikat.
Wakil Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Luis de Guindos, mengatakan bahwa pihaknya tak memiliki ruang yang cukup luas dalam menentukan kebijakan ekonomi akibat ancaman kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Baca Juga: Prancis Lunak Hadapi Ancaman Tarif 200% Minuman Keras dari Trump
"Ketidakpastian yang meningkat akibat tarif telah mengurangi kejelasan terkait keputusan di masa depan," ujar de Guindos, dilansir dari Reuters, Selasa (18/3).
Menurut de Guindos, situasi perekonomi semakin sulit diprediksi karena sewaktu-waktu bisa berubah drastis hanya dalam hitungan jam seperti pengambilan keputusan tarif yang dilakukan oleh Trump.
"Situasi saat ini jauh lebih tidak transparan dibandingkan enam bulan yang lalu," tegasnya.
ECB sebelumnya memperkirakan bahwa inflasi akan mencapai target 2% pada pertengahan 2025. Namun kini pihaknya pesimistis hal tersebut akan tercapai, justru kini bank sentrak memprediksi bahwa angka tersebut baru akan tercapai pada kuartal pertama 2026.
Meskipun demikian, de Guindos menegaskan bahwa proses pemulihan ekonomi berjalan ke arah yang benar. Kenaikan harga energi menjadi faktor utama yang menyebabkan penundaan pemulihan ekonomi dari Eropa.
Baca Juga: ECB: Donald Trump Akan Membuat Eropa Semakin Bersatu
De Guindos juga mengatakan efek langsung tarif terhadap harga konsumen bisa saja terimbangi dalam jangka panjang oleh perlambatan aktivitas ekonomi. Dengan kata lain, meskipun tarif dapat mendorong kenaikan harga barang, perlambatan ekonomi akibat perang dagang dapat mengurangi tekanan inflasi secara keseluruhan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement