Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemda Diminta Akomodasi Kepentingan Konsumen dalam Implementasi Perda KTR

Pemda Diminta Akomodasi Kepentingan Konsumen dalam Implementasi Perda KTR Kredit Foto: Reuters/Leonhard Foeger
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, meminta sejumlah pemerintah daerah untuk lebih adil dalam mengatur kawasan tanpa rokok (KTR). Di tengah masifnya penerbitan Perda KTR, Gitadi mengimbau pemerintah daerah juga harus mengakomodasi kepentingan konsumen dengan menyediakan tempat merokok yang memadai.

Menurut Gitadi, pemerintah daerah memang harus tegas dalam mengambil kebijakan yang bertujuan melindungi kesehatan masyarakat. Akan tetapi, pemda juga harus menyadari bahwa tembakau sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia sehingga dalam implementasinya, pemda diminta mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT), termasuk petani dan pekerja.

Baca Juga: Petani dan Pekerja SKT Rawan Terdampak, Pemerintah Diminta Tinjau Rencana Kenaikan Cukai Tembakau 2023

"Menurut saya supaya bisa meng-cover dua ini, sediakanlah tempat untuk mengurangi kerugian perokok pasif. Karena masyarakat kita adalah masyarakat perokok, buatlah kawasan smoking area sehingga perokok tidak menggunakan tempat umum," ujar Gitadi belum lama ini, dikutip dari siaran pers yang diterima, Jumat (2/9/2022).

Gitadi menjelaskan, pemerintah daerah seharusnya terbuka untuk menerima masukan dalam penyusunan Perda KTR, dan siap berkolaborasi, termasuk dalam hal penyediaan tempat khusus merokok, sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak bersifat diskriminatif pada salah satu pihak. Lebih penting daripada itu adalah kebijakan yang dibuat dapat diimplementasikan dengan baik.

"Sebetulnya, bahkan kalau pabrik rokok dimintai kesediaan untuk membuat smoking area, mungkin mereka tak akan menolak. Jadi, memang harus ada kompromi dan solusi di lingkungan internal. Jangan sampai seperti terkesan menutup mata pada industri rokok yang menghidupi orang banyak. Harus ada win-win solution," katanya.

Selain itu, dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) juga bisa menjadi solusi untuk pembuatan tempat merokok sehingga asapnya tidak mengganggu masyarakat yang tidak merokok.

Di samping itu, Gitadi juga menanggapi banyaknya pemerintah daerah yang melakukan perubahan atas perda KTR yang telah berlaku sebelumnya. Menurut Gitadi, pemda seharusnya fokus pada implementasi tanpa harus melakukan revisi.

Baca Juga: Aneh, Jelang Panen Tembakau Kok Ada Kenaikan CHT, Ada Apa?

"Masalahnya sekarang adalah implementasi. Tak perlu ada perda baru. Yang lama bisa dipakai sepanjang implementasinya punya konsep jelas. Pelanggaran sanksinya jelas. Tapi yang saya lihat dari dulu sampai sekarang tidak ada komunikasi dan eksekusi yang jelas," tandasnya.

Ia menyarankan agar pemda tidak terburu-buru dalam memberlakukan regulasi yang berkaitan langsung dengan masyarakat, termasuk perda KTR. Harus ada sosialisasi yang masif dan jelas terkait regulasi dan konsekuensinya. Peraturan yang langsung dieksekusi tanpa sosialisasi, lanjut Gitadi, tidak akan berjalan dengan efektif apalagi saat proses penyusunannya tidak melibatkan pihak-pihak yang justru akan menjalankan regulasi tersebut.

"Jika peraturan langsung dieksekusi, tak akan efektif. Apalagi kalau masih sama dengan perda sebelumnya. Solusinya sederhana, misal sosialisasi jangan terburu buru. Dari 2020 sampai 2023 ada sosialisasi. Tak cuma larangan yang cuma ditempel dengan dalih melanggar perda," ucap dosen FISIP Unair ini.

Gitadi menyampaikan bahwa negara memang perlu berpihak pada derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Akan tetapi, pertembakauan di Indonesia memiliki kepentingan yang luas sehingga regulasi yang berkaitan dengan tembakau harus menciptakan win-win solution antara semua pihak dan mencapai tujuan pembuatan peraturan tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: