Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Subsidi BBM Dinilai Bikin Si Kaya Bertambah Kaya dan Si Miskin Semakin Miskin

Subsidi BBM Dinilai Bikin Si Kaya Bertambah Kaya dan Si Miskin Semakin Miskin Kredit Foto: Pertamina
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kabar terkait rencana pemerintah menaikkan harga Kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni Pertalite dan Solar pada 1 September 2022 tidak menjadi kenyataan karena PT Pertamina justru menurunkan harga BBM tidak bersubsidi.

Alasan mengapa pemerintah perlu memangkas subsidi Pertalite (RON 90) adalah karena kenaikan harga minyak mentah akibat perang Rusia-Ukraina, sehingga beban pengeluaran subsidi di APBN pun membengkak. Belanja subsidi energi, khususnya BBM dalam anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022, tiba-tiba melonjak menjadi Rp698 triliun dari sebelumnya Rp152 triliun. 

Alasan lainnya adalah subsidi BBM dianggap tidak tepat sasaran karena berdasarkan data Kemenkeu RI, sebagian besar dari total alokasi kompensasi Pertalite justru dinikmati oleh rumah tangga mampu. Baca Juga: Subsidi BBM Sebaiknya Dialihkan untuk Energi Baru Terbarukan

Hitungannya adalah 86 persen dari total alokasi kompensasi Pertalite sebesar Rp93.5 triliun (untuk 23,05 juta kiloliter), dinikmati oleh konsumen rumah tangga. Dari angka konsumsi rumah tangga tersebut, ternyata 80 persennya justru dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen dari rumah tangga miskin. 

"Yang perlu kita kritisi bersama, subsidi ini kan tujuannya untuk memeratakan keadilan sosial atau memeratakan kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi kalau subsidi BBM polanya seperti ini justru menciptakan kesenjangan sosial yang semakin besar," kata Komaidi Notonegoro, Pengamat Kebijakan Energi yang juga merupakan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dalam webinar Urban Forum di Jakarta, Kemarin.

Ia menambahkan filosofi subsidi sejatinya untuk rakyat miskin atau tidak berdaya beli. Garis kemiskinan pada Semester 1 2022 adalah Rp 505.469 per kapita per bulan. Sementara jumlah penduduk miskin pada Semester 1 2022 adalah 26,16 juta jiwa.

Jika dibagi rata untuk rakyat miskin, yakni Rp 502 triliun dibagi 26,16 juta dan dibagi lagi 12 bulan, maka total dana subsidi yang seharusnya dinikmati adalah Rp 1.599.134 per bulan per orang.

"Yang memiliki kendaraan, mobil dan motor, tentunya bukan yang termasuk di garis kemiskinan, yang naik motor dan mobil dikasih subsidi BBM, sementara yang jalan kaki dan naik sepeda tidak mendapatkan akses subsidi BBM. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin," tambahnya.

Adapun saat ini, terjadi selisih gap harga Pertalite sebesar Rp 6.800 per liter dari harga jual eceran sebesar Rp7.650 per liter dibanding harga keekonomian Rp 14.450 per liter. 

Ryan Kiryanto, ekonom senior yang juga turut menjadi panelis dalam webinar tersebut mengatakan jika pemerintah akan menaikkan harga BBM, sebaiknya dilakukan sewaktu saja, tidak berkali-kali seperti yang pernah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah. Baca Juga: Harga BBM Subsidi Belum Naik, Pendapatan Sopir Angkot Sudah Merosot

"Ketika akan naik, kita bicara mengenai penetapan waktu, efek psikologisnya ini saya agak khawatir. Ini kan pemahaman masyarakat awam kalau dengar kata akan naik itu dipersepsikan naik," kata Ryan Kiryanto.

Ia mengatakan naiknya harga-harga komoditas saat ini dikarenakan adanya persepsi yang terbentuk di pasar akibat kabar kenaikan harga BBM bersubsidi. "Ada efek menjalar," ungkapnya.

Ryan mengatakan kebijakan pemerintah yang memberikan Bantuan Langsung Tunai, atau BLT kepada masyarakat miskin diharapkan dapat menjadi bemper untuk mencegah pelambatan ekonomi.

"Kalau pun ada pressure ke PDB tidak terlalu besar karena kelas menengah ada, termasuk orang-orang kaya masih bisa menahan perlambatan ekonomi. Indonesia masih punya daya beli yang kuat," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: