Putri Candrawathi Tak Kunjung Ditahan Tuai Protes, Pakar Hukum Punya Pandangan Berbeda: Bisa Dijadikan Standar Penanganan Hukum
Masih tidak ditahannya salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J, yakni Putri Candrawathi (PC), membuat publik melontarkan protes. Hal tersebut dinilai sebagian orang mencederai rasa keadilan.
Menanggapi protes soal tidak ditahannya seorang tersangka, pakar hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Adyatma Abdullah mencoba memberi pemahaman. Dia menjelaskan, penahanan dalam hukum acara diatur dalam KUHAP pasal Pasal 1 butir 21: penahanan atau penempatan tersangka atau terdakwa di suatu tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.
Menurut Adyatma, alasan penahanan terbagi 2, yaitu alasan objektif dan subjektif. Alasan subjektif meliputi, tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, serta dikhawatirkan mengulangi perbuatan pidana yang disangkakannya.
Sementara alasan objektif, Adyatma menuturkan tindak pidana yang diancam 5 tahun atau lebih. atau ada pasal pengecualian. Karena pasal yang disangkakan dalam kasus pembunuhan Brigadir J adalah pasal 340 dan 338 pembunuhan, alasan objektif terpenuhi.
"Ancaman hukumannya di atas 5 tahun dan sampai 20 tahun serta hukuman mati, secara hukum terpenuhi alasan objektif penahanan. Namun, karena penahanan adalah kewenangan penyidik, berlaku alasan penahanan selanjutnya adalah alasan subjektif," jelasnya.
"Apakah tersangka akan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan dan atau melarikan diri. Kalau berdasar atas perfektif hukum, kembali lagi kepada subjektivitas penyidik apakah perlu penahanan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan," tambahnya.
Adyatma melanjutkan, kalau dilihat dari perpektif sosial, persoalan yang dapat ditangkap adalah adanya perasaan tidak puas oleh sebagian besar masyarakat dan perasaan yang tidak adil.
"Hal demikian dapat dipahami apa yang menjadi keluhan masyarakat karena kalau membandingkan berbagai kasus-kasus sebelumnya, banyak kasus yang dilakukan oleh perempuan dilakukan penahanan," tandas Adyatma.
Tentang PC tidak dilakukan penahanan karena alasan kemanusian, sebenarnya sah-sah saja. Karena, kata dia, semestinya upaya paksa berupa penahanan sebenarnya untuk kepentingan penyidikan dan persidangan nantinya.
Kalau menurut penyidik yakin tidak melanggar alasan subjektif tersebut dan sudah memperhatikan berbagai aspek, baik itu dengan alasan masih memiliki balita yang masih butuh ibunya, alasan psikologis, atau bahkan alasan kesehatan.
Baca Juga: Punya Nama Mirip, AKP Dyah Candrawati Susul Putri Candrawathi dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
"Namun, menurut pendapat saya, kasus ibu PC ini bisa dijadikan standar penanganan hukum yang dijalani oleh perempuan lainnya dan masyarakat umumnya tanpa memandang status. Karena penahanan itu sendiri sebenarnya adalah upaya pengekangan hak sementara, dan jika sudah dilakukan penahan sebagian kebebasan orang sudah dikurangi atau terbelenggu," lanjutnya.
Dalam banyak kasus, tambahnya, banyak tersangka yang sudah ditahan berbulan-bulan lamanya, haknya dibelenggu, tetapi faktanya bebas di pengadilan. Jika melihat hal demikian, siapa yang bertanggung jawab.
"Dalam beberapa kasus yang telah kami dampingi, seringkali penyidik langsung menahan dan meminta tersangka silakan dibuktikan di pengadilan kalau tidak bersalah sehingga cara-cara seperti demikian adalah tidak benar secara hukum," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: