Teten Masduki Tekankan Pentingnya Peran Agregator Konsolidasikan UMKM Guna Tembus Pasar Ekspor Dunia
Kurasi dan Pendampingan
Direktur Utama Sarinah Indonesia Fetty Kwartati yang dianggap telah sukses melakukan berbagai transformasi, memastikan saat ini produk yang dijual di Sarinah 100 persen lokal. Menurutnya, dari awal Sarinah memang dibangun dengan tujuan membantu ekonomi rakyat dan mendorong UMKM naik kelas.
Baca Juga: Bidik 2,5 Juta UMKM Miliki NIB, Pemerintah Bisa Andalkan Marketplace
“Untuk itu kami terus menggandeng KemenKopUKM untuk mengurusi yang di hulu, sedangkan kami urus yang di hilirnya,” kata Fetty.
Tujuan transformasi yang dilakukan, kata Fetty, membuat Sarinah bukan lagi sebagai agregator saja bahkan menjadi super agregator yang memiliki brand pemersatu di Indonesia. “Sarinah bukan hanya pusat belanja, tapi Sarinah adalah gerakan formalitas Bangga Buatan Indonesia (BBI). Sarinah tak hanya hadir domestik tapi juga mancanegara,” katanya.
Fetty melanjutkan, Sarinah kini menjadi wajah modern Indonesia yang membangun ekosistem pengembangan UMKM unggulan Tanah Air menuju future retail modern dan pasar global. Tak hanya itu, Sarinah juga menyebut dirinya sebagai Community Mall yang menjadi melting pot untuk lintas generasi.
Dalam menerapkan strategi mendorong ekspor UMKM, kata Fetty, Sarinah sebagai retail operator menaungi jenama lokal unggulan melalui optimalisasi operasional ritel yang terintegrasi dan membentuk interaksi personalized customer experience.
Tak hanya itu, Sarinah juga menjadi retail operator untuk BUMN dan stakeholder lainnya. Sehingga dari sisi pembiayaan, Sarinah didukung pembiayaan oleh BUMN lain mulai dari LPEI hingga Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), serta memberikan pembinaan UMKM khususnya di bidang retail management, branding, hingga visualisasi produk.
Setelah transformasi, Sarinah kini dikunjungi 20.000-30.000 orang saat weekday, dan 40.000 pengunjung saat weekend.
Tak ingin ketinggalan, Co Founder Du’Anyam Hanna Keraf hadir menjadi usaha sosial (social enterprise) bidang kriya yang unggul karena sistem rantai pasok (supply chain) yang kuat dan terpadu bagi 1.400 lebih perajin yang telah dilatih di 54 desa yang berada di NTT, Papua, dan Kalimantan Selatan.
“Sebanyak 200 ribu produk anyaman khas kami telah terjual kepada lebih dari 500 pembeli yang berasal dari korporat dan hotel (business to business/B2B). Tak heran rata-rata peningkatan pendapatan perajin tumbuh 40 persen dan 105 persen terjadi peningkatan pendapatan penganyam,” kata Hanna.
Tahun depan kata Hanna, produk anyaman dari Flores rencananya akan diekspor meski jumlahnya memang belum terlalu banyak, mengingat sekitar 80 persen pembelinya masih datang dari pasar domestik. Du’Anyam menyasar pasar workshop, seminar (untuk keperluan godie bag), terutama amenities yang bisa dipasok oleh produk anyaman, sehingga tak heran anyaman bisa masuk ke berbagai segmen pembeli.
Di kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Elsya Chani menyatakan, proses melakukan ekspor memang tidaklah mudah bagi UMKM secara individual. Itu mengapa diperlukan peran dari perusahaan atau lembaga besar sebagai agregator untuk hadir membantu.
“Ada kompleksitas dalam ekspor, maka dibutuhkan bantuan dari semua pihak agar ekspor UMKM berjalan baik. Dan yang paling penting adalah kurasi, literasi, dan pendampingan UMKM sebelum mampu melakukan ekspor secara mandiri,” kata Elsya.
Baca Juga: Simpel dan Pasti, Tips Jitu Promosi Produk UMKM Milikmu di Media Digital, Simak!
Di satu sisi, BI juga telah meluncurkan BI Fast yang membuat tarif transfer antar bank menjadi sangat murah hanya dipatok seharga Rp 2.500 per transaksi. Di mana salah satu tujuannya adalah mendorong UMKM tak ragu lagi untuk go digital dengan melakukan pembayaran melalui QRIS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Aldi Ginastiar