Fenomena merokok elektrik yang dikenal dengan istilah vaping atau vapesaat ini tengah populerkarena penggunanya beranggapan kalau vape lebih aman dibanding rokok konvensional karena kadar nikotinnya lebih rendah.
Namun, Medical Underwriter Sequis dr Debora Aloina Ita Tariganmengatakan walau vape mungkin tidak memiliki kandungan nikotin sebanyak rokok konvensional tapi kandungan nikotin vape tetap sama bahayanya dengan rokok.
Risiko kesehatan yang ditimbulkan vape juga tidak main-main, mulai dari batuk hingga potensi kanker paru. “Pada vape terdapat kandungan karsinogen dan nikotin yang berpotensi menyebabkan iritasi tenggorokan dan gangguan saluran pernapasan. Paparan rokok asap vape tidak hanya berbahaya bagi penggunanya tapi juga bagi sekelilingnya. Terutama, bagi anak-anak karena daya tahan tubuh mereka belum sekuat orang dewasa. Asap vape juga dapat menempel pada permukaan benda dan berpotensi masuk ke dalam organ tubuh, “sebut dr. Debora, Selasa (13/9)
Asap atau uap dengan nikotin yang terkandung dalam vape lanjut dia bisa menyebabkan adiksi jangka panjang karena paparan asap rokok konvensional maupun vape, termasuk juga polutan, bahan kimia, atau radiasi dapat menyebabkan radang dan iritasi pada paru.
Peradangan dapat berlangsung singkat hingga kronis. Jika terjadi iritasi berkepanjangan berpotensi merusak organ pernapasan dan memicu penyakit kritis, seperti kanker paru kronis dan penyakit jantung.
“Gejala kanker paru biasanya tidak dapat dideteksi cepat dan awam, dibutuhkan serangkaian pemeriksaan fisik maupun laboratorium, seperti pemeriksaan dahak, X-Ray, CT scan paru, biopsi paru dan bronkoskopi untuk menegakkan diagnosis kanker paru, “sebut dr. Debora.
Penyakit kanker paru masih bisa dikendalikan atau dikontrol tapi sangat sedikit kemungkinan untuk sembuh total. Ada beberapa pilihan pengobatan kanker paru, yakni pembedahan atau operasi, target terapi, radioterapi dan kemoterapi.
Untuk pengobatan dengan kemoterapi hanya dapat dilakukan ketika karsinoma sel kecil telah menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan.
Ia mengungkapkan untuk proses pengobatannya membutuhkan tindakan medis berbiaya besar,waktu yang panjang, peralatan medis yang lengkap dan canggih mulai dari rawat jalan, rawat inap, dan rawat jalan pascarawat inap.
Mengingat bahaya kanker paru, dr. Debora mengajak masyarakat ikut aktif menurunkan prevalensi kanker paru karena kasus kematian pada kanker paru-paru tertinggi di Indonesia.
"Saya menyarankan agar perokok dan pengguna vape meninjau kembali kebiasaan mereka dengan mengurangi hingga benar-benar berhenti merokok dan menggunakan vape,"Ucapnya.
Dr. Debora juga mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rutin berolahraga, dan diimbangi dengan istirahat yang cukup. Perlu juga melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mencegah kanker paru, mulai dari medical check-up standard hingga rontgen dada atau CT scan paru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: