Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Nggak Kuat Lagi Tanggung Subsidi BBM, Rizal Ramli Usul Mundur Saja: Situ Sudah Nggak mampu, Kok Ngeyel

Jokowi Nggak Kuat Lagi Tanggung Subsidi BBM, Rizal Ramli Usul Mundur Saja: Situ Sudah Nggak mampu, Kok Ngeyel Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kritikan atas keputusan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM kembali datang dari ekonom senior Rizal Ramli. Sebelumnya, Jokowi mengakui beratnya dana untuk subsidi sektor energi, bahkan jumlah subsidi energi yang besar itu disebutnya bisa membangun satu Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Kemudian, Jokowi mengatakan tidak ada negara yang kuat menanggung tingginya subsidi untuk sektor energi yang mencapai Rp502 triliun.

Baca Juga: Jokowi Ngaku Pemerintah Tak Kuat Menanggung Subsidi BBM Jika Harganya Tak Dinaikkan, Rizal Ramli: Yo Wis Mundur Saja

Menanggapi hal tersebut, Rizal Ramli menilai Jokowi tidak mampu dalam memerangi masalah BBM hingga beban subsidi dan kompensasi energi yang membengkak mencapai Rp 502 triliun.

Rizal Ramli meminta Jokowi sadar kepemimpinannya justru menyusahkan rakyat, bahkan dia menyarankan Jokowi segera mundur lantaran rakyat sudah terlalu susah.

"Kalau mengaku berat, enggak kuat, yo wis mundur saja bagaimana? Situ sudah gak mampu, kok malah ngeyel," ujar Rizal Ramli, Senin (12/9/2022).

Selain itu, Rizal Ramli bersama rekan sejawatnya akan mengajak seluruh rakyat Indonesia bersatu menuntut agar harga BBM kembali diturunkan.

Hal itu dia sampaikan dalam deklarasi untuk keadilan bersama lintas tokoh nasional bersatu yang digelar di Jalan Tebet Barat Dalam IV Nomor 7, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).

Baca Juga: Strategi Kemenparekraf dalam Menyikapi Kenaikan Harga BBM di Sektor Parekraf

Sejumlah tokoh yang turut hadir dalam deklarasi penolakan harga BBM di antaranya Mantan Juru Bicara Gus Dur Adhie Massardi, Ekonom PEPS Anthony Budiawan hingga Tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma.

Kemudian, aktivis yang juga Direktur Indonesia Future Studies Gde Siriana Yusuf, akademisi yang juga pemerhati politik dna hukum Ubedillah Badrun, dan beberapa tokoh lainnya.

Deklarasi itu dilakukan untuk menyatukan kekuataan rakyat karena hampir 7-8 tahun rakyat Indonesia mencatat dan menerima kebijakan-kebijakan yang cacat. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: