Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua Cyber Indonesia: Le Minerale Bukan Merk Lokal

Ketua Cyber Indonesia: Le Minerale Bukan Merk Lokal Kredit Foto: Le Minerale
Warta Ekonomi, Jakarta -

Maraknya perusahaan asing yang hanya mempatenkan nama merek dan menjual lisensi produknya saja tanpa harus memproduksi barang dalam bentuk fisik kepada perusahaan lokal menjadi keresahan tersendiri di kalangan masyarakat termasuk dalam media sosial, Twitter.

Salah satu keresahan tersebut disampaikan aktivis anti hoax, Husin Shahab. Ketua Cyber Indonesia itu memberikan pendapatnya mengenai kebohongan merk dagang asing yang diperjualbelikan di Indonesia.

Dalam cuitannya, Husin mengungkapkan rasa kecewanya terhadap salah satu perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) produsen air gallon sekali pakai yang disebutnya membohongi masyarakat.

“Ternyata selama ini kita dibohongi oleh perusahaan AMDK produsen air galon sekali pakai dengan merk asing yang ngaku-ngaku produk lokal. Bahkan di kalangan salah satu organisasi Islam, merk ini dipromosikan sebagai produk lokal,” ungkapnya dalam akun Twitter @HusinShihab.

Lebih lanjut Husin menegaskan bahwa lisensi merek AMDK produsen air galon tersebut ternyata tidak dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan lokal Indonesia, melainkan dimiliki oleh sebuah perusahaan offshore cangkang yang berkantor di British Virgin Island, dimana pulau itu dikenal sebagai surga pajak (tax haven).

Tax haven mengandung arti sebagai suatu daerah di mana pajak yang dikenakan sangatlah rendah bahkan bebas pajak. Sehingga sangat cocok untuk mendirikan perusahaan offshore.

“Menjadi pertanyaan, kenapa 1 perusahaan sampai menggunakan lisensi merk baru dari perusahaan luar negeri jika semua resource di dalam negeri mereka punyai? Kecuali ada merk yang sudah exist dan ingin mereka pasarkan di dalam negeri, tapi ini merk baru loh! Do u get it?” tuturnya.

Husin pun mempertanyakan terkait skema pembayaran royalty ke pemilik lisensi merk dan pembayaran royalti secara berulang ke perusahaan cangkang tersebut yang menjadi pemasukan bagi perusahaan tersebut. “ya apalagi kalau bukan pemindahan kekayaan. Jadi, tak sepenuhnya yang mengaku anak bangsa berkontribusi 100% ke Negara. Atau mungkin yg dimaksud adalah anak bangsa – bangsa BVI?” pungkas Husin.

Cuitan dari Husin lantas menjadi pembicaraan netizen di media sosial. Banyak dari mereka yang sepakat dengan keresahan yang dilontarkan Ketua Cyber Indonesia itu.

“Owalah tak kira aku merk dalam negri taunya bukan, yuk mulai sekarang kita dukung dan beralih ke produk dalam negri toh bagus juga produk dalam negri kualitasnya,” kata seorang pengguna twitter dengan akun @rudyanto661.

“Kalo dari awal ngaku, bahwa dari perusahaan asing sih ngga masalah ya. Yang jadi masalah kan ngaku2 kalo dia adalah perusahaan lokal. Hmmm.” Timpal akun @winaaila92.

Serupa dengan kedua akun tersebut, akun lain dengan username @Martinusotviana pun mengungkapkan jika kehadiran produk galon sekali pakai, selain menambah beban sampah plastik juga keuntungan yang didapat untuk negara lain. 

Seperti yang diketahui, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, lisensi diberikan berdasarkan perjanjian lisensi dalam bentuk tertulis antara pemilik merek dan pemegang merek.  Di antaranya tidak boleh merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia dan tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Namun, kontrak lisensi yang menjadi dasar ikatan hukum antara pemberi lisensi dan penerima lisensi seringkali dilanggar sehingga timbul sengketa di antara mereka yang menyangkut hak dan kewajiban yang telah mereka sepalkati dalam kontrak lisensi. Dengan demikian, prinsip itikad baik yang diamanatkan oleh hukum kontrak terabaikan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: