Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Walau Tolak Minyak Sawit, Kawasan Negara Ini Ternyata Impor Limbah Cair Sawit!

Walau Tolak Minyak Sawit, Kawasan Negara Ini Ternyata Impor Limbah Cair Sawit! Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meskipun beberapa negara Uni Eropa secara terang-terangan menghapus penggunaan minyak sawit. Namun sebagai gantinya, negara-negara tersebut meningkatkan permintaan bahan baku berbasis limbah seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit dan minyak goreng bekas. 

Merujuk Global Trade Tracker (GTT) dalam laman InfoSAWIT pada Rabu (28/9), ekspor minyak goreng bekas Indonesia tercatat meningkat. Pada Desember 2020 lalu, ekspor minyak goreng bekas tersebut hanya mencapai 16.600 ton, sedangkan di Januari 2021 naik menjadi 17.400 ton. Jika dibandingkan tahun lalu, tercatat peningkatan sebesar 27 persen atau ekspor minyak goreng bekas Januari 2020 hanya mencapai 12.700 ton.

Baca Juga: Wow, Ternyata Minyak Sawit Sudah Digunakan Sejak Lima Abad Lalu!

Sementara itu, volume ekspor pada Oktober 2020 yang sebesar 19.000 ton mencatat level tertinggi. Lantas penjualan tercatat terus turun pada kuartal keempat tahun 2020, yang terjadi akibat banyak negara menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus pandemi Covid-19. Kondisi ini pada akhirnya menurunkan kebutuhan domestik dan permintaan biodiesel di Uni Eropa.

Melansir laman InfoSAWIT, ekspor juga menjadi lesu menyusul tingginya biaya pengangkutan peti kemas yang meningkat empat kali lipat menjadi lebih dari USD 200/ton ke barat laut Eropa akibat kekurangan armada. Perlu diketahui, total ekspor minyak goreng sawit bekas Indonesia pada Januari 2021 sebanyak 7.600 ton yang dikirim ke Malaysia; 4.100 ton ke Belanda; 1.700 ton ke Korea Selatan; dan 1.400 ton ke Singapura.

Baca Juga: Naik Lagi, Harga Tandan Buah Segar Petani Sawit Menjadi Rp2.532 per Kilogram

Kendati demikian ekspor minyak goreng bekas dan POME asal Indonesia sempat mengalami kesulitan setelah muculnya kebijakan untuk menyisihkan 20 persen untuk semua produk CPO yang diekspor sesuai kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) pada awal 2022 lalu.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: