Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ade Armando dapat Kecaman, Sebut Polisi Tak Langgar HAM Lempar Gas Air Mata ke Tribun Penonton

Ade Armando dapat Kecaman, Sebut Polisi Tak Langgar HAM Lempar Gas Air Mata ke Tribun Penonton Kredit Foto: Instagram/Ade Armando
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pegiat media sosial Ade Armando kembali menimbulkan kontroversi atas pernyataannya yang menyebut bahwa dalam tragedi Kanjuruhan, Polisi telah melakukan hal sesuai protokol dan melempar gas air mata ke tribun penonton bukanlah pelanggaran HAM.

Polisi dalam hal ini menurut Ade hanya berusaha menjalankan kewajibannya. Mengingat di lapangan masih ada para pemain official Arema para pemain Persebaya juga sudah mulai diserang oleh para suporter anarkais, kata dia.

“Polisi harus menertibkan keadaan karena itu kewajiban mereka adalah mengusir para suporter itu kembali ke tempat duduk mereka,” jelasnya. 

Baca Juga: Aremania Dibela Suporter FC Bayern Munchen Usai Tragedi Kanjuruhan, Yan Harahap Sebut Presiden Harus Segera Evaluasi

“Menurut saya, bisa dipahami kalau polisi kali ini akhirnya menggunakan gas air mata. Penggunaan gas air mata adalah sebuah prosedur yang wajar dilakukan polisi. Tapi itu tidak dilakukan sembarangan,” tambahnya.

Ia mengakui gas air mata itu akhirnya membuat panik banyak suporter yang sebenarnya tidak terlibat dalam penyerbuan ke lapangan. 

“Tapi saya tidak melihat itu dilakukan oleh Polisi sebagai cara represif mereka, apalagi melanggar HAM,” ungkap dia. 

Dia juga menjelaskan saat kejadian ada 42.000 suporter Arema dan hanya sekitar 3000 yang katanya menyerbu ke lapangan. 

“Buat saya pangkal masalah ada pada 3000 orang yang melanggar hukum dengan masuk ke dalam lapangan,” kata dia melalui Cokro TV.

Baca Juga: Usai Tragedi Kanjuruhan, Harapan Petinggi PSSI Dicopot Belum Terwujud

“Itu artinya hanya sebagian sangat kecil. Saya merasa gara-gara kelakuan sebagian kecil suporter tersebutlah ada 125 orang Aremania yang tewas,” tambahnya. 

Menurutnya pula, olahraga sepak bola dilakukan di seluruh dunia, kalah dan menang adalah soal biasa yang harus masyarakat lakukan adalah mencegah agar tragedi ini tidak terulang.

“Kita sudah belajar bahwa jam tayang seharusnya dilakukan pada siang hari. Bahwa pertandingan antara dua tim bebuyutan ada baiknya hanya dihadiri hanya oleh suporter dari satu kubu,” katanya.

Baca Juga: Kasus Ferdy Sambo Tak Kunjung Usai, Muncul Tragedi Kanjuruhan, Kinerja Polri Dipertanyakan

“Ada baiknya dalam pertandingan sesengit itu, jumlah penonton dibatasi hanya setengah dari kapasitas Stadion,” tambahnya.

Namun yang terpenting kata dia, harus mengajar para suporter bertindak secara beradab. Fanatisme seharusnya tidak berujung pada tindakan yang kalap irasional saat tim kesayangan kalah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Bagikan Artikel: