Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masalah HAM Dalam Negeri dan Utang Bikin Indonesia Keok Bahas Pelanggaran HAM Xinjiang? Pakar Buka-bukaan!

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik

Masalah HAM Dalam Negeri dan Utang Bikin Indonesia Keok Bahas Pelanggaran HAM Xinjiang? Pakar Buka-bukaan! Kredit Foto: Reuters/Dilara Senkaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB memilih untuk tidak membahas dugaan pelanggaran HAM China terhadap orang-orang Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya.

Indonesia satu di antara negara-negara mayoritas Muslim yang memilik "tidak" dalam pembahasan tersebut. Somalia, Pakistan, Uni Emirat Arab (UEA), dan Qatar adalah sejumlah negara Muslim yang satu suara dengan Indonesia.

Baca Juga: Dewan HAM PBB Geger dengan Penolakan Indonesia Bahas Dugaan Pelanggaran HAM di Xinjiang, Pakar Beber Hal Ini

Achmad Nur Hidayat, pakar kebijakan publik Narasi Institute, menilai ada dua kemungkinan mengapa Indonesia menolak membahas hal tersebut.

Yang pertama, kata Achmad, terkait pernyataan ancaman yang dilontarkan delegasi China yang berbunyi "jika permbahasan dilaksanakan maka akan dilakukan juga pemeriksaan catatan HAM di negara-negara lain."

"Dari sini bisa disimpulkan bahwa kemungkinan pertama negara-negara yang menolak pembahasan tersebut karena mempunyai catatan buruk tentang pelanggaran HAM di negara-negara tersebut," ujarnya.

Indonesia tentu akan terancam pada hal itu karena ada banyak kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM bisa diungkap. Tentu hal ini akan merepotkan pemerintah.

"Sebagaimana kita ketahui bahwa internasional menilai bahwa Indonesia melakukan pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan dalam Country Report yang bisa dilihat di Web Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Di antara laporan pelanggaran HAM tersebut adalah tentang kasus KM50," terang Achmad.

Kemungkinan kedua adalah cengkraman utang luar negeri atau pun investasi dari China yang membuat negara tersebut tidak punya kekuatan untuk menentang.

"Ini membuktikan besarnya cengkraman China kepada negara-negara di dunia sehingga tidak berani membuka suara untuk menghentikan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah China kepada muslim Uighur," paparnya.

Cengkraman ini akan memberikan kekuatan bagi China untuk mengancam dan melakukan tindakan terhadap negara tersebut terkait utang dan investasi China yang telah digunakan.

"Ini menunjukkan bahwa kerjasama investasi ataupun utang luar negeri dengan China akan memunculkan kompensasi-kompensasi yang membuat negara sebuah negara tidak bisa berkutik untuk menentang China," terang peneliti Narasi Institute itu.

Sebelumnya, perwakilan Indonesia untuk PBB dan organisasi internasional lainnya di Jenewa, Swiss, menjelaskan Indonesia menolak karena memandang pendekatan yang diajukan Barat tidak akan menghasilkan kemajuan berarti.

"Tapi alasan ini terlalu bias, harusnya Indonesia memberikan masukan dan pemikiran juga atas mosi yang dibuat barat. Ada langkah inisiatif yang semestinya ditempuh karena isu ini patut diperjuangkan," tambahnya.

Indonesia, kata Achmad, sebagai negara yang mayoritas Muslim semestinya mengambil peranan dalam menyelamatkan orang-orang minoritas Uighur yang tertindas di Xinjiang. Ini sebagai wujud menyampaikan aspirasi rakyat sebagaimana berunjuk rasa menolak penindasan pemerintah China terhadap Uighur yang telah dilaksanakan oleh para mahasiswa di depan Kantor Kedubes China. 

"Pelanggaran HAM di China terhadap Muslim Uighur ini memang sangat diluar batas. Tindakan-tindakan ini harus ditolak oleh siapapun secara tegas. Indonesia seharusnya bisa menyuarakan penolakan terhadap penindasan etnis Uighur ini dengan lantang karena ini amanat konstitusi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: