Kendati dihantui ketidakpastian global dan kenaikan suku bunga, sektor properti dinilai tetap memiliki potensi yang cerah. Hal ini lantaran masih tingginya permintaan dan backlog perumahan di Indonesia.
Berdasarkan data kementerian PUPR, jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal itu masih ditambah data Badan Pusat Statstik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5% keluarga menghuni rumah yang layak huni.
Tingginya angka backlog perumahan, menurut Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, potensi sektor properti tetap cerah karena masih tingginya demand/ permintaan akan rumah yang layak huni. Selain itu, sektor ini juga dapat menjadi pendorong pemulihan ekonomi nasional mengingat banyaknya multiflyer effect yang ditimbulkan
"Jadi kalau ada 273 juta penduduk itu yang mempunyai rumah layak huni hanya 59,5%. Ini menunjukkan betapa besarnya demand. Pasca pendemi, pertumbuhan properti mengalami kenaikan yaitu sektor real estate dan konstruksi tumbuh masing-masing 2.78% dan 2,81% secara tahunan (yoy)," ujar Misbakhun dalam webinar yang bertajuk "Mengatasi Backlog Perumahan di Tengah Kenaikan Tren Suku Bunga" di Jakarta, baru-baru ini. Baca Juga: Butuh Peran Pemerintah, 84% Backlog Perumahan Didominasi MBR
Lebih lanjut, untuk mengurangi backlog dan memenuhi permintaan properti, pemerintah bersama stakeholder terkait dapat meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap pembiayaan perumahan yang layak huni dalam bentuk memberikan fasilitas kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan berupa Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP28T), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Pembiayaan Tapera.
Adapun pada 2022 Kementerian PUPR mengalokasikan dana FLPP sebesar Rp23 triliun untuk 200.000 unit rumah dan BP2BT sebesar Rp888.46 miliar untuk 22.586 unit rumah.
"Perlu juga penyediaan perumahan di kota-kota besar dan dan metropolitan melalui skeme hunian vertikal dengan skema kreatif, diantaranya sewa beli, pembiayaan kepemilikan bertahap (starcasing ownership), KPBU, dan optimalisasi Dana FLPP," tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending BTN Mochamad Yut Penta menilai, upaya tersebut merupakan salah satu langkah yang tepat mengingat backlog perumahan didonimasi oleh segmen low-income household dengan tingkat keterjangkauan dalam memenuhi rumah masih rendah.
Lebih jauh, katanya, zero backlog perumahan dapat dicapai pada 2045 melalui empat strategi kunci. Pertama, Sustainable Source o Fund di mana ditargetkan dana pemerintah akan berakhir di tahun 2033, dan mendorong sumber dana untuk sektor perumahan MBR yang berasal dari Dana Tapera, Bank, dan SMF.
Kedua, supply availability. dalam strategi ini perlu lerubahan komposisi hunian bersubsidi sesuai kelompok masyarakat dari hunian tapak menuju hunian vertikal di perkotaan. "Affordable and Equitable Program yaitu pengembangan program pembiayaan yang eguitable dan inklusif bagi seluruh kelompok MBR, dan Effective & Collaborative Housing Ecosystem di mana perlu penguatan peran stakeholder pada ekosistem perumahan," tuturnya. Baca Juga: Tekan Backlog, BTN Gandeng SBM ITB Ciptakan Developer - Developer Muda
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Operasional PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Bonai Subiakto menuturkan, untuk mendorong kepemilikan rumah bagi MBR, SMF turut berperan serta dalam pendanaan KPR FLPP. Adapun porsi pendanaan pendamping dari SMF sebanyak 25%, kemudian sisanya sebanyak 75% dari BP Tapera.
"Dalam KPR FLPP, SMF akan melakukan leverage atas PMN yang diterima melalui penerbitan Surat Utang sehingga dapat menurunkan beban fiskal pemerintah. Penggunaan Dana Pendamping KPR FLPP dari SMF dapat mengurangi risiko Mismatch Maturity Funding," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman