Perang Nasdem Vs PDIP Makin Panas Usai Anies Dicapreskan: 'Si Biru' dan 'Antitesa Jokowi' Jadi Perkaranya
Maksudnya? "Pertama apa, Jokowi ini kita lihat sebagai tesa, tesis, berpikir dan kerja, tesisnya kan begitu Jokowi. Lalu kita mencari antitesa, antitesanya apa? Dari antitesa Jokowi ini yang cocok itu, Anies," kata Zulfan, dalam diskusi Adu Perspektif Total Politik yang berlangsung daring, Selasa (11/10) malam.
Zulfan menuturkan, Anies memiliki kemampuan berpikir yang berkonsep, yang dirumuskan dalam kebijakan (policy). Dia menilai tokoh lainnya yang memiliki elektabilitas bagus seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo hampir sama seperti Jokowi. "Apa artinya, dia berpikir secara konseptualisasi, kemudian itu dirumuskan dalam policy-policy," jelasnya.
Anies ini sintesanya akan lebih dahsyat lagi nanti 2029. Kalau Ganjar, dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. Prabowo dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. (Puan) mirip-mirip," ujarnya.
Baca Juga: Usai Deklarasi Anies Baswedan, Keretakan dalam Nasdem Mulai Terlihat, Zulfan Lindan Diberhentikan
Pernyataan Zulfan yang menyebut Anies sebagai antitesa Jokowi, membuat Hasto kaget. "Ini menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik yang sangat serius," kata Hasto, kepada wartawan, kemarin.
Menurut Hasto, pernyataan Zulfan merupakan penegasan sikap partai NasDem. Dengan mencalonkan Anies, kata Hasto, NasDem juga menjadi antitesis.
"Antitesa artinya vis a vis, diametral. Jadi, secara sadar, NasDem melalui pernyataan Pak Zulfan Lindan menegaskan hal tersebut," kata Hasto. "Dengan demikian, dalam cara berpikir, kebijakan dan skala prioritas NasDem dengan mencalonkan Pak Anies juga menjadi antitesis," sambungnya.
Hasto lalu mengaitkan sikap NasDem itu dengan para kadernya yang duduk di kursi menteri pemerintahan Jokowi. Hasto menilai hal itu kontradiksi, mengingat sikap NasDem saat ini mendukung tokoh yang disebut antitesis Jokowi.
"Bukankah dukungan NasDem terhadap Pak Anies tersebut bersifat wajib bagi kader NasDem. Kecuali NasDem mengecualikan bahwa menteri-menteri yang di kabinet, menyatakan secara formal tidak mendukung Pak Anies," sindirnya.
Problematika berpemerintahan seperti itu, kata dia, harus dijawab dalam perspektif tata negara yang baik. Dia lantas mempertanyakan tanggung jawab etik politik dari partai yang berkomitmen untuk mendukung keberhasilan pemerintah, tapi mengusung capres yang justru antitesa dengan Jokowi. "Ini kan jadi kontradiktif dan rumit," kata Hasto.
Hasto meminta NasDem memberikan penjelasan terkait hal itu. "Berbagai persoalan etik tersebut yang harus dijawab, lengkap dengan berbagai kontradiksi kebijakan dalam jalannya pemerintahan," kata dia.
Lalu, siapa yang untung dan siapa yang buntung di balik meruncingnya perdebatan PDIP dan NasDem ini? Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamaludin Ritonga menyebut NasDem dan PDIP telah pecah kongsi. Kata dia, perpecahan itu sebenarnya bukan hanya terjadi pasca NasDem mengusung Anies sebagai capres.
Baca Juga: Sebut Anies Baswedan Antitesis Presiden, Zulfan Lindan Dinonaktifkan Nasdem
Menurutnya, PDIP dengan NasDem memang sudah tidak harmonis sejak lama. Ditandai dengan hubungan tidak baik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh. "Memang tidak jelas pemantik ketidakcocokan kedua ketua umum partai politik tersebut," kata Jamaludin.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno memprediksi, puncak perseteruan itu, yakni PDIP bakal mem-blacklist NasDem dari penjajakan koalisi. Bagi PDIP, sosok Anies yang diusung NasDem sebagai capres, dianggap memiliki ideologi dan mazhab politik yang berseberangan dengan partainya.
Kata dia, Anies dianggap sebagai figur kelompok-kelompok kritis Islam yang cukup dekat dengan irisan-irisan yang disebut pemilih Islam kanan. "Ini dua kutub ekstrem memang, yang menurut kita, sampai saat ini agak sulit untuk dipertemukan," pungkas Adi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas