Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ironi! Track Record Bukan Indikator Utama Memilih Capres: Cuma Dilihat Pro atau Anti-Jokowi

Ironi! Track Record Bukan Indikator Utama Memilih Capres: Cuma Dilihat Pro atau Anti-Jokowi Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Parameter Politik, Adi Prayitno, mengatakan bahwa dalam survei yang biasa dilakukan, tidak banyak masyarakat yang memilih Capres-Cawapres berdasarkan pengalaman dan kinerja. Namun, mereka memilih siapa yang dekat dengan pemuka agama atau kontra dengan pemerintahan Jokowi.

"Untuk memlih Capres-Cawapres berdasarkan rekan jejak, kompetensi, track record, dan seterusnya, itu tingkat presentasenya kecil, nggak sampai 10%, dan itu diklaim sebagai pemilih rasional," kata Adi dalam acara Parwa yang bertema "Manuver Parpol Mengusung Capres" di Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga: Pengamat Sebut KIB Tunggu PDIP Soal Capres yang Akan Didukung

"Yang dilihat bukan lagi apa yang sudah dikerjakan oleh mereka bahkan kalau kita melihat rekan jejak dan dialog-dialog publik terkait orang-orang yang akan maju ini pasti yang dibicarakan bukan apa yang dilakukan, tapi siapa yang dekat dengan ulama atau tidak, bagian dari koalisi pemerintah atau tidak," sambungnya.

Adi menilai faksionalisasi itu sudah jelas dan kalau melihat Anies itu adalah sosok orang yang dianggap sebagai antitesis dari Jokowi yang berarti bertolak punggung, berhadap-hadapan dengan Jokowi. Menurutnya, orang-orang yang kritis atau anti-Jokowi, pasti ke Anies, apapun partai pengusungnya.

"Kalau melihat Prabowo, Ganjar, Puan Maharani, Airlangga, Erick Tohir, dan lainnya, wajahnya adalah representasi pemerintah hari ini. Tutup mata soal track record apa yang mereka lakukan. Mazhab ini mengeras ketimbang basis-basis argumentasi rational choice," tegasnya.

Sementara itu, Ikrama Masloman, peneliti LSI Denny JA, menyampaikan bahwa di survei biasanya ada dua aspek yang diuji, pertama aspek personal dan kedua aspek kebijakan.

"Kebijakan ini kalau kita bagi ke tipologinya lebih untuk membaca tipikal rasional, kalau aspek personal lebih ke sentimen jujur atau tidak, merakyat, rajin salat atau tidak. Namun, ada aspek kebijakan, yakni kinerja. Sejauh mana aspek rasionalitas itu digaungkan apakah dia bisa tumbuh subur menjadi eskalasi ataupun terkubur oleh politik identitas," ungkapnya.

Baca Juga: Pengamat: Gerindra Gak Usung Prabowo jadi Capres Bakal Rugi...

Dia menambahkan, jika kita berkutat pada sentiman, yang menjadi hajatan publik yang semestinya berbicara orientasi kepentingan publik langsung tidak akan tercapai karena pemilih rasionalitas itu bukan karena melihat dia pintar, punya retorika bagus dan punya diksi-diksi yang menawan.

"Bukan itu kajian rasionalitas dalam kajian behavior pemilih. Rasional itu ada tukar kepentingan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: