Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Xi Jinping Bikin Peran Perempuan dalam Politik China Makin Kerdil, Nasib Parah buat Para Feminis

Xi Jinping Bikin Peran Perempuan dalam Politik China Makin Kerdil, Nasib Parah buat Para Feminis Kredit Foto: Reuters/Thomas Peter

Badan pemerintah China yang bertanggung jawab atas hak-hak perempuan, Federasi Perempuan, tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.

Menurut pernyataan Federasi Perempuan di situs websitenya pada 27 September, China telah membuat kemajuan yang stabil dalam perjuangan perempuan selama dekade terakhir. Federasi itu mengatakan, perempuan di China menikmati hak yang sama.

Baca Juga: Ada yang Lebih Menakutkan Bagi Xi Jinping Ketimbang Ekonomi, Ternyata Oh Ternyata...

China sekarang berada di peringkat 102 dalam peringkat kesenjangan gender Forum Ekonomi Dunia dari 146 negara. Peringkat itu merosot dari posisi ke-69 pada 2012.

"Lingkungan pasti semakin buruk, tidak berarti bahwa itu baik sebelumnya, itu selalu buruk. Sikap saya saat ini terhadap karier saya adalah menghasilkan cukup uang untuk bertahan hidup," ujar seorang karyawan perempuan, Grace Wang (28 tahun).

Desember lalu, China merombak undang-undang untuk memberikan lebih banyak perlindunganng bagi perempuan terhadap diskriminasi dan pelecehan seksual di tempat kerja. Kendati demikian, para ahli dan aktivis prihatin dengan peningkatan retorika pemerintah tentang nilai peran tradisional perempuan saat berupaya mengatasi krisis demografis di China.

China adalah salah satu negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia. Sebagian besar warga China di usia produktif enggan memiliki anak, sementara populasi yang menua bertambah.

Dalam pidato pada Juli 2021,  Xi berbicara tentang pentingnya kesetaraan gender. Tetapi di sisi lain, Xi juga mengatakan, perempuan China harus menjadi "istri yang baik, dan ibu yang baik". Menurut Xi, mereka harus memikul "misi pada zaman mereka, menghubungkan masa depan dan takdir mereka dengan masa depan dan takdir ibu pertiwi".  

Para ahli juga menunjukkan kemunduran yang lebih nyata bagi hak-hak perempuan. Otoritas Keaehatan Nasional pada Agustus mengatakan, China akan melarang aborsi yang tidak diperlukan secara medis. Larangan ini memicu kecaman di media sosial. 

Demikian pula, undang-undang baru yang memberlakukan periode pendinginan 30 hari setelah mengajukan perceraian. Aturan ini memicu kemarahan yang meluas, termasuk oleh kelompok-kelompok yang peduli terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

Aktivis feminis mendapatkan daya tarik di China pada tahun 2018. Mereka menggencarkan kampanye dengan tagae #MeToo.

Namun gerakan ini dengan cepat dibatalkan oleh pemerintah. Berbagai macam acara maupun diskusi yang berkaitan dengan gerakan feminisme telah dibubarkan. Bahkan sejumlah aktivis ditangkap.

"Gerakan feminis saat ini sangat lemah dan tidak memiliki kebebasan untuk berkembang. Banyak gerakan sosial telah dibungkam dan perempuan tidak memiliki kehendak bebas," kata Lu Pin, seorang aktivis dan pendiri saluran media online China, Feminist Voices yang sekarang berbasis di New York.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: