Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Empat Value Perusahaan Ala CEO Power Commerce Asia sebagai Pionir Omnichannel di Indonesia

Empat Value Perusahaan Ala CEO Power Commerce Asia sebagai Pionir Omnichannel di Indonesia Hadi Kuncoro selaku pendiri dan CEO dari Power Commerce Asia | Kredit Foto: Power Commerce Asia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak didirikan pada tahun 2019, Power Commerce Asia sebagai perusahaan teknologi yang memiliki komitmen untuk menaikkelaskan pelaku usaha ini telah bertumbuh dengan sangat signifikan dalam waktu yang singkat.

Bergerak sebagai Ecommerce Omni-Channel & Supply Chain Management Company, Power Commerce Asia telah berhasil menjadi pelopor omnichannel yang saat ini tengah menjadi hal baru yang populer di industri di Indonesia, di mana layanan dan sistem ini mampu mengintegrasikan penjualan online dan offline bagi perusahaan dan UKM.

Untuk melihat bagaimana perjalanan Power Commerce Asia telah berkembang hingga sampai saat ini, Warta Ekonomi telah melakukan sebuah wawancara bersama dengan Hadi Kuncoro selaku pendiri dan CEO dari Power Commerce Asia yang juga turut berbagi pandangannya dalam industri ini.

Baca Juga: CEO Qlue Percaya Bisnis Akan Tumbuh dari Komitmen Memberikan Dampak Positif pada Masyarakat

Bagaimana awal mula Anda mendirikan Power Commerce Asia?

Awal mula mendirikan perusahaan ini bermula dari fase ketika saya memulai di dunia ecommerce di tahun 2011. Pada saat itu saya menjadi Co-Founder dan Operations Director untuk membuat Zalora, sekaligus saya juga men-set up Lazada untuk operations-nya. Di masa ini ecommerce mulai hype, banyak orang ingin membuat ecommerce, banyak investor asing datang. Di saat akan ada banyak uang ini, namun mereka tidak tahu cara membuat ecommerce.

Kemudian saya memutuskan untuk keluar dari Zalora dan bergabung untuk membangun menjadi Co-Founder dan CEO dari aCommerce yang merupakan sebuah perusahaan pionir untuk ecommerce enabler. Dari perjalanan di aCommerce ini, seiring waktu banyak orang yang berjualan tidak hanya di marketplace saja, tapi juga melalui media sosial, website, personal chat, dan offline juga, sehingga kemudian saya berpikir ke depannya dengan melihat melalui perspektif dari brand owner.

Dari perspektif brand owner ini pasti mereka ingin berjualan di semua channel yang ada, baik di marketplace, website, media sosial, secara offline, melalui reseller, atau pun komunitas, dan lainnya. Dengan begini, terbayang kan seandainya teknologinya satu-satu, aplikasinya pasti sangat banyak, orang yang mengelola juga harus banyak.

Dari situlah saya percaya bahwa suatu saat Indonesia dan juga dunia pasti membutuhkan teknologi yang mengintegrasikan seluruh channel-channel yang ada tersebut sehingga para brand owner itu tidak perlu memiki atau menggunakan banyak aplikasi. Inilah yang disebut dengan omnichannel.

Oleh karena itu kenapa Power Commerce Asia saat ini menyebut dirinya sebagai perusahaan teknologi omnichannel enabler technology company. Kita membangun konsep omnichannel yang mengintegrasikan seluruh layanan channel, baik yang ada di online dan offline, komunitas, reseller, affiliate, dan lainnya untuk terhubung dan terintegrasi dalam satu teknologi dasboard di mana pelanggan dapat merasakan pengalaman berbelanja yang sama di mana pun berbelanjanya, begitu pun dengan brand owner.

Inilah awal mulanya, sejak dulu saya percaya bahwa suatu saat Indonesia dan dunia itu akan memiliki berbagai macam variasi berjualan. Kemudian yang kedua, saya percaya bahwa sejak lima atau tujuh tahun yang lalu itu, seluruh dunia kan sedang heboh terkait dengan revolusi 4.0 terkait transformasi digital. Dalam dunia bisnis, untuk melakukan digitalisasi dan tranformasi ini pasti membutuhkan banyak aplikasi, nah di sinilah kita menyediakan dashboard untuk melakukan integrasi pada bisnis. Itulah dua alasan utamanya.

Apa saja visi dan misi yang Anda bawa sebagai CEO dari Power Commerce Asia?

Kembali pada keyakinan saya yang sebelumnya, visi dan misi kami adalah yang pertama membantu brand owner. Itulah mengapa tag line kami adalah empowering your brand yang artinya bahwa kami ingin membantu para brand owner ini dapat mengakses pasar sehingga kemudian bisnisnya dapat bertumbuh dengan akses pasar yang mudah menggunakan teknologi kami, bukan hanya untuk pasar Indonesia saja, tapi juga sampai ke luar negeri.

Yang kedua, kami memiliki misi untuk menjadi nomo satu di Asia Tenggara dan bahkan mungkin secara global. Karena transformasi digital dan revolusi 4.0 tidak hanya berlaku di Indonesia tetapi juga di dunia. Oleh karena itu misi kami yang pertama adalah menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara dalam waktu tiga tahun ke depan.

Tapi di sini kami juga memiliki potensi yang sedang kami diskusikan juga, kami akan membawa misi kami untuk masuk ke regional lain seperti Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan, serta negara lain yang profiling terkait pertumbuhan ekonomi dan digitalisasinya mirip dengan Indonesia. Karena kami percaya bahwa teknologi kami ini dapat digunakan secara global.

Misi kami ini juga termasuk untuk menaikkelaskan teman-teman UKM sehingga teknologi yang kami berikan ini dapat membantu mereka untuk mengakses ke pasar yang lebih luas.

Bagaimana Anda melihat tren dan pertumbuhan omnichannel di Indonesia saat ini?

Sudah sejak enam atau tujuh tahun yang lalu saya telah "berteriak" di media terkait dengan keyakinan saya tentang omnichannel bahkan saat saya masih berada di dalam perusahaan yang sebelumnya. Saya melihat saat itu bahwa suatu saat omnichannel akan menjadi kebutuhan bisnis bagi industri Indonesia di masa depan.

Tapi mengedukasi tentang omnichannel itu tidak gampang karena saat ini omnichannel adalah barang baru di mana perjalanannya sampai saat ini itu kan berasal dari single channel kemudian multi channel terlebih dahulu. Saat ini, ketika ada banyak orang mulai menyebut dirinya sebagai omnichannel apakah memang begitu? Yang saya lihat sebenarnya mereka masih multichannel.

Perbedaan keduanya meski sama-sama berjualan di banyak tempat atau channel, tapi multichannel itu aplikasinya berjalan sendiri-sendiri, tidak terintegrasi seperti omnichannel dan juga tidak real time. Mereka masih menggunakan cara upload manual. Ada jeda waktu untuk data masuk di dalam multichannel, tidak seperti di omnichannel.

Trennya saat ini omnichannel ini memang sedang cukup hype, namun definisinya masih banyak yang salah dipahami, oleh karena definisinya perlu diperbaiki supaya tidak terjebak dalam mengartikan multichannel sebagai omnichannel.

Bagaimana Anda melihat potensi dan peluang di industri ini?

Potensi terbesarnya tentu semakin channel yang digunakan brand owner untuk berjualan, maka semakin mereka membutuhkan omnichannel ini karena dunia ecommerce juga berkembang sangat cepat. Dalam hal ini potensi kami adalah bahwa tidak ada satu pun yang membuat teknologi terintegrasi seperti kami ini.

Kami memiliki peluang yang besar karena yang membedakan kami dengan pemain lain yang hampir sama ini adalah bahwa pemain lain tidak memiliki layanan teknologi untuk offline yang B2B, sementara aplikasi kami mampu meng-capture B2C dan B2B, serta distributorship. Tidak hanya itu, kami juga memiliki integrasi pada komunitas reseller.

Terkait dengan tantangannya, tentu ada pada dua hal utama, yaitu edukasi dan budget. Maka kemudian sebenarnya saat ini target market kami itu teknologinya masih menyasar untuk perusahaan enterprise dan belum sampai kepada UKM. Untuk UKM ini, kami merencanakan untuk tahun depan, di mana saat ini kami sedang mempersiapkan teknologi SaaS-nya untuk teman-teman UKM. Tentu, di sini budget-nya akan dibuat berbeda yang tentu affordable untuk UKM.

Tantangan apa yang Anda hadapi sebagai CEO Power Commerce Asia?

Tantangannya, perusahaan kami ini kan pertumbuhannya cepat sekali, dari tahun 2019 ke tahun 2022 ini dan selama tahun 2020 sampai 2021 itu kami telah bertumbuh 22 kali lipat lebih dan dari tahun 2021 ke tahun 2022 saja kami bertumbuh hampir tiga kali. Dengan pertumbuhan yang begitu cepat ini, tantangan saya sebagai CEO adalah yang pertama adalah terkait dengan internal.

Karena perkembangan tim yang sebelumnya hanya puluhan kini menjadi dua ratusan. Untuk memahami kultur dan visi perusahaan itu tidak gampang, apalagi dengan waktu yang cepat pertumbuhannya, di mana juga ada sistem kerja hybrid dan terpisah itu selama masa pandemi menjadi tantangan bagi saya untuk membangun sebuah kultur visi yang sama sebagai Power Commerce untuk karyawan-karyawan karena semuanya di sini adalah orang baru.

Kemudian secara visi, teman-teman di sini juga perlu diedukasi untuk membangun pemahaman dari tujuan perusahaan sebagai perusahaan teknologi omnichannel ini. Karena omnichannel juga adalah hal yang baru bagi mereka. Pertumbuhan yang sangat cepat ini membutuhkan adaptasi organisasi yang cepat juga supaya adaptasi kultur dan visinya berjalan dengan baik.

Yang kedua adalah dari sisi customer, itu terkait dengan bagaimana kami mengedukasikan omnichannel kepada customer dan juga calon klien terkait dengan omnichannel yang sebenarnya dan manfaat apa saja yang bisa mereka dapatkan dengan menggunakan sistem dan layanan ini.

Tantangan lainnya tentu adalah terkait dengan pengembangan produk yang luar biasa kompleks. Di mana di sini ekosistemnya kami bukan lagi hanya sekedar membangun aplikasi biasa tapi membangun aplikasi yang dapat mengintegrasikan seluruhnya sehingga tantangan terbesar ini ada pada pembangunan teknologi produknya.

Bagaimana strategi yang Anda terapkan untuk Power Commerce Asia dapat terus bertumbuh dan eksis di industri ini?

Saya boleh bilang, ketika kita berbicara tentang teknologi omnichannel, kami adalah pionirnya. Kami tidak ada masalah tentang kompetisi, dalam artian bahwa sampai saat ini kami belum menemukan bahwa teknologi yang teman-teman lain bangun itu, yang mendeklarasikan dirinya sebagai omnichannel, mereka sebenarnya masih masuk ke ranah marketplace enabler.

Jadi kalau boleh saya bilang bahwa fokus kami ini adalah pada bagaimana fokus untuk pembangunan edukasi dan kemudian pembangunan pemahaman terkait omnichannel yang sebenarnya. Supaya industri juga paham perbedaan antara yang sungguh-sungguh omnichannel dan juga yang hanya sebagai ecommerce enabler.

Kontribusi yang ingin diberikan kepada segmen UKM dalam pertumbuhan ekonomi nasional?

Sebenarnya, kami Power Commerce di mata teman-teman UKM itu bukanlah hal yang baru. Pada awal berdiri di tahun 2019, kami adalah pionir pembangunan ecommerce agregator untuk UKM. Jika pernah mendengar, kami turut berkontribusi dalam Indonesia Mall, di mana kami membawa UKM ke marketplace yang ada di Indonesia dan bahkan sampai ke Singapura dan Malaysia dan berhasil ekspor ke luar negeri.

Kemudian kami juga sebelumnya memiliki persan dalam Halal Plaza sebagai konsep agregator UKM, di mana kami membantu teman-teman UKM untuk masuk ke ekosistem digitalisasi dan mengintegrasikan dirinya ke marketplace yang ada di Indonesia dan luar negeri.

Selanjutnya untuk rencana tahun depan, kami akan menciptakan dan meluncurkan dasboard yang dapat dipakai untuk teman-teman UKM dengan harga yang dapat dijangkau.

Sejauh pengalaman karir Anda sampai saat ini, hal penting apa yang menjadi pegangan Anda untuk menjalankan kepemimpinan di Power Commerce Asia?

Pertama, bisnis itu dinamis, setiap waktunya selalu berubah, sehingga ada tiga kunci utamanya, yaitu bahwa saya harus menjaga kita semua yang ada di sini, power rangers, ini adalah bagaimana kami menyebut diri kami, untuk terus belajar karena dinamika bisnis selalu berubah.

Menjadi seorang enterpreneur atau seorang profesional dalam bisnis dan industri terutama di ranah inovasi solusi seperti Power Commerce Asia ini, maka kami wajib belajar teru karena jika tidak, kami tidak dapat membawakan sebuah solusi sebagai perusahaan penyedia solusi teknologi. Jadi ketika ada masalah baru, tantangan baru, inisiatif baru, maka kami harus mempelajari solusinya dan membangun solusi tersebut.

Selain untuk tidak pernah berhenti belajar, kami juga selalu berpatokan pada mindset inovasi dan solusi. Karena perusahaan kami ini tidak hanya berjualan produk saja tapi kami juga setengah konsultan solusi yang harus memberikan solusi bermanfaat kepada klien. Inilah mindset yang harus ditanamkan, solusi dan inovasi.

Kemudian, kita harus berani untuk melakukan eksperimen. Saya memberikan kesempatan kepada tim yang ada di sini untuk berani melakukan eksperimen. Salah tidak apa-apa, yang terpenting ada ide yang dituangkan dan masih terkontrol kesalahannya.

Selanjutnya ada being humble. Karea kami sebagai perusahaan penyedia inovasi solusi selalu dianggap tahu segalanya meskipun sebenarnya tidak, maka kami tidak boleh merasa tinggi hati. Justri sebaliknya, kita harus humble kepada klien, mendengarkan permasalahan mereka dan membantu mereka dengan memberikan solusi.

Itulah kenapa saat memnbicarakan value perusahaa, kami memiliki empat nilai utama yang beruturan. Pertama dalah solution mindset. Sehingga ketika ada masalah yang disodorkan, kita tidak terfokus pada masalah, tapi pada solusi yang bisa diberikan.

Yang kedua adalah customer centric, jadi apa pun yang terjadi dalam proses penyelesaian masalah itu, customer adalah prioritas utama. Selanjutnya adalah profitable dan sustain, di mana sebagai perusahaan startup ini kita harus profitable agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan.

Yang keempat adalah inovasi, karena kita adalah perusahaan teknologi, maka kita harus berinovasi. Jadi setiap ada hal baru, inovasi baru, maka value perusahaan ini mewajibkan kita untuk harus paham dan update dengan inovasi terbaru dan berani mengambil kesempatan untuk melakukan eksperimen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: