Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nama Ma'ruf Amin dan Boediono Terus Dikaitin ke Anies, Tokoh Politik Nasional Bilang Begini

Nama Ma'ruf Amin dan Boediono Terus Dikaitin ke Anies, Tokoh Politik Nasional Bilang Begini Kredit Foto: Twitter/Anies Baswedan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Siapa cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan di Pilpres 2024, masih belum final. Anies bersama tiga parpol calon koalisinya; NasDem-Demokrat-PKS masih bimbang antara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang didorong Demokrat, atau Ahmad Heryawan (Aher) yang disorongkan PKS.

Menyikapi kondisi ini, Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) kasih masukan. Kalau maunya JK, pendampingi Anies harus mirip Boediono dan Kiai Ma’ruf Amin, kurang populer, tapi punya pengalaman.

Baca Juga: JK Kasih Ilmu Pilih 'Pendamping' buat Anies, Kisi-kisinya Orang Itu Mirip...

Menurut JK, cawapres itu tidak harus tokoh populer dan punya elektabilitas tinggi. Terpenting, tokoh yang dijadikan cawapres itu, punya pengalaman dan mampu membantu memenangkan pertarungan.

Sebagai contoh, saat dirinya dipinang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pilpres 2004 dan Jokowi di Pilpres 2014. Saat itu, elektabilitasnya di bursa survei tidak tinggi. Namun, berhasil membantu pasangannya menang di Pilpres.

Contoh lainnya, yakni eks Gubernur Bank Indonesia, Boediono dan eks Ketua MUI Pusat, Ma’ruf Amin. Kedua tokoh itu, kata dia, sama sekali tidak pernah masuk dalam survei.

Namun, terbukti keduanya bersama pasangannya masing-masing berhasil menang di Pilpres. Boediono jadi wakil presiden mendampingi SBY. Sedangkan Ma’ruf Amin, sekarang jadi wakil presiden mendampingi Jokowi.

“Wakil itu dinilai yang pertama bukan popularitas, tapi bagaimana dia pengalaman membantu presiden. Coba lihat semuanya,” kata JK di Hotel Kempinski, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

JK menyadari, elektabilitas maupun popularitas pasti menjadi tolak ukur terhadap sosok cawapres yang akan dipilih Anies. Namun, dia yakin, masyarakat akan menilai apakah sosok itu bisa kerja atau tidak.

“Saya dua kali wapres, Pak Boediono, Pak Kiai (Ma’ruf Amin), pernah kampanye nggak? Nggak pernah. Harus tadi, harus bekerja dengan baik. Sehingga dilihat ini, harus bisa kerjasama atau bisa membantu,” tutur eks Ketum Partai Golkar ini.

Bagaimana tanggapan 3 parpol pengusung Anies? Setujukah dengan pernyataan JK, tokoh yang sudah makan asam garam di dunia politik? Ketua DPP Partai NasDem, Effendi Choirie tak setuju dengan usulan JK. Kata dia, idealnya, pendamping Anies itu, merupakan tokoh yang populer dan bisa bekerja.

Pria yang akrab disapa Gus Choi ini lantas menyebutkan beberapa nama. AHY, belum berpengalaman, tapi populer. Lagipula, sebagai mantan tentara, AHY pasti bisa langsung beradaptasi pada tugasnya.

Aher, populer, karena dua periode menjadi Gubernur Jawa Barat, dan bisa bekerja. Begitu juga dengan Khofifah Indar Parawansa, populer, dan bisa bekerja.

“Panglima TNI juga oke, bekerja. Terus, siapa lagi tokoh lain? Sandiaga Uno, populer, bekerja. Siapa lagi? Erick Thohir juga lumayan terkenal, bisa bekerja, ya kan?” katanya.

Penolakan juga disampaikan Ketua Bappilu Partai Demokrat, Andi Arief. Menurutnya, elektabilitas dan popularitas untuk menjadi pendamping Anies sangat penting. Hitung-hitungan secara matang, harus dikedepankan. Belum tentu seorang pendamping dapat mendongkrak suara.

Andi lantas mengungkit kekalahan seorang presiden dan wakil presiden dalam Pilpres. Misalnya, Megawati yang di Pilpres 2004 berstatus sebagai presiden,JK kalah di Pilpres 2009 saat berstatus sebagai wakil presiden. Begitu juga Hamzah Haz di 2004 yang saat itu berstatus sebagai wakil presiden.

Soal Boediono yang dianggap kurang populer, Andi juga membantahnya. Menurutnya, saat SBY ingin meminang Boediono sebagai pendampingnya di Pilpres 2009, itu mengacu pada survei.

Saat itu, survei Boediono sangat tinggi. Artinya, cawapres menjadi sangat penting. Karena seorang gubernur saja, untuk menjadi wapres belum terbukti memenangkan, dari beberapa pilpres yang ada.

Namun, Andi tetap menghormati masukan dari JK tersebut. Kata dia, saran JK ini akan menjadi bahan diskusi di dalam internal Koalisi Perubahan.

“Jadi elektabilitas popularitas itu penting. Namanya pilpres itu ingin berkuasa, hitung dulu bagaimana cara berkuasa, baru kemudian kita hitung menang ya. Saya kira Pak JK akan sangat mahir soal ini. Tapi baiklah nggak apa-apa, itu bisa dibicarakan di,” ucap Andi.

Namun, Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid sepakat dengan usulan JK. Kata dia, selain popularitas, kapasitas dan integritas sangat penting untuk menjadi cawapres. Dengan begitu, kemenangan akan semakin mudah digapai.

“Popularitas dan elektabilitas saja tidak cukup. Pemimpin yang teruji kapasitasnya, memiliki rekam jejak yang baik. Apalagi memimpin bangsa dengan kompleksitasnya,” cetusnya.

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio juga mengamini pernyataan JK. Menurutnya, cawapres yang dimaksud JK mampu membantu Anies dalam administrasi kenegaraan, dan berkomunikasi dengan DPR.

“Jadi memang, kriterianya itu bukan populer atau tidak populer. Tapi justru bisa klik atau tidak dengan presiden. Makanya setuju tuh, Anies saja yang memilih cawapresnya, dan itu bisa saya baca. Tapi saya yakin, Mas Anies nggak akan pilih orang dari antah berantah,” kata Hensat. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: