“Padahal sebenarnya mereka ini mau menjadi guru, yang tidak mau adalah menjadi guru seumur hidup. (Maka) kami tawarkan mereka insentif non material. Kami tidak pernah menawari mereka rupiah, karena mereka pasti akan membandingkannya dengan di kota,” ungkapnya.
Anies mengatakan bahwa ada dua pendekatan ketika melakukan aktifitas sosial, yaitu program dan gerakan. Sifat program adalah pelakunya hanya terbatas pada mereka yang terlibat di dalamnya, sedangkan gerakan lebih melibatkan sebanyak mungkin masyarakat.
“Hampir semua kegiatan kita bersifat program sehingga orang-orang yang berada di luar program hanya akan menjadi penonton. Republik ini tidak dibangun dengan program, tapi dengan gerakan. Misalnya, saat awal merdeka, ada 95 persen penduduk Indonesia yang buta huruf,” paparnya.
Dalam bahasa terkini, tutur Anies, gerakan adalah kolaborasi. Ketika mendorong gerakan seperti Indonesia Mengajar, maka harus ada pesan yang membuat orang terpancing untuk ikut memikirkan sehingga berujung pada keterlibatan.
“Indonesia Mengajar menawarkan pengalaman baru yang akan didapat oleh mereka yang terlibat. Bukan menceritakan adanya suatu masalah untuk diselesaikan, melainkan apa yang mereka dapatkan jika berpartisipasi dalam gerakan ini.”
Menurut Anies, pendidikan itu adalah tentang siapa dapat apa. Siapa dididik apa hari ini, besok akan duduk di mana.
“Pendidikan adalah instrument untuk membentuk masyarakat yang adil di masa akan datang,” tukasnya.(*)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto