Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jenderal Zaman Soeharto Shock Pemerintah Tagih Dana Talangan Sea Games 1997

Jenderal Zaman Soeharto Shock Pemerintah Tagih Dana Talangan Sea Games 1997 Sejumlah petugas membawa bendera negara-negara Asia Tenggara dan papan bertuliskan cabang-cabang olah raga dalam acara penutupan SEA Games 2021 Vietnam di Vietnam Asian Indoor Games Stadium, Hanoi, Vietnam, Senin (23/5/2022). SEA Games 2021 Vietnam resmi ditutup dan selanjutnya Kamboja akan menjadi tuan rumah SEA Games ke-32 pada 2023. | Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejarah mencatat, Sea Games XIX 1997 sukses menyelenggarakan pesta olahraga antar Asia Tenggara tanpa dukungan logistik, berupa APBN dari Pemerintah Indonesia saat itu, dan ini hal yang membanggakan.

Ketua Bidang Prasarana & Sarana SEA GAMES XIX 1997, Letjen TNI Marinir (Purn) Suharto, mengaku kaget jika ada pembahasan dari pemerintah yang kembali mengungkit-ungkit dana Sea Games 1997.

“Dana Sea Games 1997 lalu, tak sepeserpun dari pemerintah. Tetapi hebatnya, Indonesia keluar sebagai juara umum. Ini prestasi yang membanggakan,” ujar Suharto di Jakarta, Minggu (6/11/2022).

Baca Juga: KONI Targetkan Kick Boxing Berprestasi di SEA Games Kamboja

“Saya kira, 25 tahun itu kan masa yang cukup panjang, berapa presiden itu kan, dan tidak pernah dipersoalkan waktu itu, dan sekarang kok di otak-atik. Ini kan aneh,” sambungnya.

Pasalnya pemerintah dalam hal ini menteri keuangan Sri Mulyani, managih utang dana talangan Sea Games 1997 yang mencapai angka Rp64 miliar kepada Bambang Trihatmodjo, selaku Ketua Umum KMP SEA GAMES XIX tahun 1997, yang juga Komisaris utama PT Tata Insani Mukti (TIM) saat itu.

Menurut Suharto, dana penyelenggaraan Sea Games ini bersumber dari konsorsium swasta yang dikelola oleh PT TIM. Konsorsium itu di beri amanah langsung oleh Presiden Soeharto selaku ayah Bambang, melalui Kemenpora dan KONI agar mencarikan dana untuk pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta.

Saat itu, Negara tidak memiliki pos anggaran untuk pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta yang mendadak.

“Event ini mendadak, maka tidak ada anggaran untuk perhelatan akbar tersebut, yang merupakan kepentingan negara Indonesia,” terangnya.

Untuk diketahui, tuan rumah perhelatan Sea Games 1997 seharunya adalah negara Brunei Darussalam. Namun, tiba-tiba Brunei mengundurkan diri lantaran mereka tidak siap.

Maka Indonesia dipilih menggantikan Brunei. Namun sayangnya, saat itu, Indonesia tidak punya cukup anggaran untuk membiaya pesta olahraga Asia Tenggara.

Guna mendukung pagelaran Sea Games saat itu, maka dibuatlah produk hukum oleh Presiden Soeharto untuk kelancaran proses pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta.

Baca Juga: Pernyataan Sri Mulyani yang Bilang Orang Miskin Lebih Pilih Beli Rokok daripada Lauk Bikin Orang Demokrat Geram!

Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 1996 tentang “Penyelenggaraan Sea Games XIX, 1997 di Jakarta” tertanggal 11 Juni 1996, dan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Badan Pembina Penyelenggara Sea Games XIX, 1997 di Jakarta Nomor:14 / KEP / MENKO / KESRA / VII / 1996 Tentang Penunjukan Konsorsium Swasta sebagai Mitra Penyelenggara SEA Games XIX, 1997 di Jakarta.

Awalnya biaya yang diminta oleh Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar, lalu membengkak menjadi Rp156,6 miliar. Saat itu negara tidak ada alokasi anggaran dari sisi APBN.

Sementara, KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar. 

Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menggunakan dana Reboisasi Kementerian Kehutanan.

Dari angka itu, biaya penyelenggaraan SEA Games XIX sebesar Rp121,6 miliar dan biaya persiapan kontingen Indonesia sebesar Rp35 miliar.

"Pihak yang mencarikan dana adalah, KMP Sea Games XIX tahu 1997 di Jakarta, yaitu PT Tata Insani Mukti, sebagai subyek hukum pelaksana, bukan dari APBN. Tujuannya, agar acara kenegaraan tersebut dapat terselenggara,” ujar Suharto.

Terkait hal ini kuasa hukum Bambang Trihatmodjo, yakni Hardjuno Wiwoho berharap, pemerintah bisa meneyelesaikan persoalan ini dengan adil dan melihat fakta sejarah.

“Kami sangat berharap persoalan yang terjadi dapat diselesaikan dengan adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan tidak hanya aspek yuridis, namun juga aspek-aspek filosofis dan sosial yang berdasar pada fakta sejarah yang ada,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: