Baru-baru ini klaim vape dapat menyebabkan “popcorn lung” atau paru-paru “popcorn”, suatu kondisi di mana saluran udara di paru-paru mengecil sehingga menyebabkan batuk dan nafas pendek, ramai diperbincangkan. Hingga saat ini belum ditemukan kasus popcorn lung di dalam negeri.
“Cancer Research UK sudah mengatakan bahwa belum ada kasus popcorn lung yang diakibatkan oleh penggunaan vape. Para produsen di Indonesia pun saat ini tidak menggunakan diacetyl, karena diacetyl sudah dilarang di berbagai negara, sehingga bahan perasa yang kami gunakan tidak mengandung diacetyl.” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita.
Garindra menambahkan, asosiasinya berkomitmen agar tetap menggunakan bahan baku standar yang aman digunakan. Ia menyamakan kondisinya seperti industri makanan dan minuman, bahwa akan terus menyesuaikan dengan harga bahan baku vape yang semakin tinggi.
Dalam laman resminya, Cancer Research UK membantah bila rokok elektrik dapat menyebabkan popcorn lung. Organisasi tersebut merekomendasikan rokok elektrik sebagai alat untuk berhenti merokok. Lembaga tersebut menilai, menggunakan rokok elektrik memiliki efek yang lebih rendah risiko dibandingkan tetap terus mengonsumsi rokok biasa.
Jika digunakan dengan benar, rokok elektrik justru mampu menurunkan risiko jika dibandingkan dengan produk konvensional. Bahkan, baru-baru ini pemerintah kota London Selatan, Lambeth Council, mengeluarkan kebijakan untuk menyuplai vape gratis kepada ibu hamil perokok guna mencegah risiko pada ibu dan janin selama masa kehamilan hingga setelah bayi lahir.
Dikutip dari The Independent, otoritas Lambeth mengatakan, hal yang terbaik bagi ibu hamil adalah berhenti merokok sepenuhnya. Akan tetapi karena adanya faktor ketergantungan, mereka berharap rokok elektrik dapat membantu para pengguna, utamanya ibu hamil, untuk berhenti secara perlahan.
Mengutip dari situs Inovasi Tembakau, Direktur Eksekutif dari The Coalition of Asia Pacific Tobacco Harm Reduction Advocate (CAPHRA), Nancy Loucas menjelaskan pada umumnya kasus-kasus negatif seputar rokok elektrik sering kali merupakan kasus ‘impor’ luar negeri yang belum tentu sesuai untuk diangkat di dalam negeri.
Oleh karenanya, ia menekankan pentingnya riset yang mendalam soal rokok elektrik yang sesungguhnya yang dibuat berdasarkan kondisi sosial demografi di negara masing-masing, dan tidak sekadar menggunakan contoh kasus dari luar negeri.
Arahan serupa juga pernah disampaikan oleh Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam satu kesempatan wawancara. Handoko menilai, riset terkait tembakau sangat penting untuk menunjang pertumbuhan industri produk rokok elektrik jangka panjang, termasuk di antaranya pengembangan esens berbasis tembakau.
BRIN terbuka dan berupaya menyediakan sumber daya riset, baik SDM maupun infrastruktur, agar industri dapat mengembangkan produk yang berbasis riset tanpa perlu investasi dan biaya besar.
“Di BRIN kami menyediakan seluruh sumber daya sebagai platform terbuka yang dapat diakses semua pihak termasuk industri. Ini sekaligus sebagai insentif untuk mendorong kolaborasi antarpihak,” ujar Handoko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: