Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menuturkan BLT dalam situasi saat ini menjadi tepat karena subsidi BBM lebih banyak dinikmati kelompok yang sebenarnya mampu.
Oleh karena itu, dengan transakai BLT secara langsung, pemerintah berhadapan dan bertemu langsung dengan penerima.
"Hal ini memungkinkan ketepatan sasaran jauh lebih pasti dibanding subsidi yang dibayarkan pada korporat," ujar Dedi.
Dedi juga menilai BLT BBM terbukti dapat membantu masyarakat. Sehingga, dia berkata kebijakan tersebut harus diapresiasi.
"Pemerintah dengan gagasan BLT perlu didukung dengan cukup, dalam artian BLT terbukti membantu masyarakat, maka itu harus terus diapresiasi," ujar Dedi.
Lebih lanjut, Dedi juga berkata pengalihan subsidi BBM untuk sektor lain merupakan hal yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah. Dia berkata da sejumlah sektor yang bisa dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat lewat dana subsidi BBM.
"Subsidi boleh dan bagus dialihkan kemanapun sepanjang tidak ada transaksi keuangan dengan publik, itu jauh lebih bermanfaat secara umum, bisa dialihkan ke fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur," ujar Dedi.
Di sisi lain, Dedi melihat pemerintah sejauh ini telah berpikir cukup panjang soal bentuk subsidi. Pasalnya, subsisi BBM tidak mungkin terus membebani, dan dalam kondisi ekonomi Indonesia yang membaik, maka pengalihan subsidi BBM menjadi sangat penting.
"Pemerintah telah berupaya dengan rasionalitas, dan publik dengan pengalihan itu akan tetap terayomi oleh kebijakan subsidi," ujar Dedi.
Diketahui, Kemenkeu dalam siaran resminya menyampaikan kenaikan konsumsi BBM yang signfikan menyebabkan kuota volume solar dan pertalite bersubsidi diperkirakan akan habis pada bulan Oktober 2022.
Hingga Agustus 2022, konsumsi solar bersubsidi sudah mencapai 11,4 juta kiloliter dari total kuota 15,1 juta kiloliter dan konsumsi pertalite bersubsidi sudah mencapai 19,5 juta kiloliter dari total kuota 23,05 juta kiloliter untuk tahun 2022.
Pemerintah pun telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 lebih dari tiga kali lipat, dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Namun jika konsumsi BBM melebihi kuota subsidi, diperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi BBM akan membengkak lebih besar lagi.
Sementara anggaran subsidi dan kompensasi yang sangat besar itu justru lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Rumah tangga mampu menyerap 80% konsumsi pertalite, sedangkan rumah tangga miskin dan rentan hanya menyerap 20% saja. Artinya, subsidi yang diberikan salah sasaran.
Guna memperbaiki subsidi salah sasaran menjadi tepat sasaran, pemerintah pun mengalihkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM menjadi BLT BBM bagi masyarakat yang rentan dan miskin.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran," tegas Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Pers.
Pengalihan subsidi dan kompensasi BBM menjadi BLT BBM dialokasikan sebesar Rp24,17 triliun yang terdiri atas dua jenis. Pertama, bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp600.000 yang akan diberikan kepada 14,6 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta.
Kedua, BLT BBM yang akan diberikan kepada 20,65 keluarga penerima manfaat sebesar Rp150.000 per bulan, diberikan sebanyak empat bulan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: