Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Awas, KTT G20 Indonesia Berpotensi Besar Gagal, Pakar: Ada Pemimpin Dunia yang Absen

Awas, KTT G20 Indonesia Berpotensi Besar Gagal, Pakar: Ada Pemimpin Dunia yang Absen Kredit Foto: Antara/Setpres/Agus Suparto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 15-16 November di Bali berpotensi besar untuk gagal, kata pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat.

Gagal menurutnya bukan berarti event tidak akan terlaksana, namun banyak agenda strategis dunia yang diharapkan dari pelaksanaan tersebut dapat dipastikan gagal tercapai.

Baca Juga: Sudah Lakukan Persiapan Jelang KTT G20, Presiden Putin Belum Tentu Hadir

Terlebih, kata Achmad, berembus isu yang cukup kuat beredar Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan tidak datang pada perhelatan G20 di Bali.

"Ini menunjukkan betapa pemimpin ke-2 negara adidaya ini tidak menganggap penting dan strategis pertemuan G20," katanya, dalam keterangan resminya, Selasa (8/11/2022).

Sementara itu, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina menemui Presiden Volodymyr Zelensky dan kunjungannya ke Rusia menemui Putin pun boleh dikatakan sebagai sebuah misi perdamaian yang gagal. Pasalnya, pasca-Jokowi kembali ke Tanah Air konflik yang ada antara kedua negara tersebut bukannya mereda malah semakin berkobar konfliknya.

Situasi yang terjadi di kawasan yaitu Myanmar, junta militer masih melakukan kejatahan kemanusiaan terhadap warga sipil. Beberapa pekan lalu pesawat militer junta mengebom sebuah acara konser warga sipil. Dalam perkembangannya, peran Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di ASEAN dan juga tuan rumah KTT G20 tidak tampak.

Achmad menilai, saat ini dunia sedang menghadapi berbagai krisis yang terjadi imbas dari pandemi Covid-19 selama dua tahun dan disusul konflik berkepanjangan Rusia-Ukraina. Dunia saat ini menghadapi cost of living, inflasi, dan krisis utang yang memicu resesi di banyak negara.

"Krisis energi yang saat ini terjadi di Eropa akibat terhentinya pasokan gas dari Rusia akibat konflik Ukraina-Rusia juga benar-benar telah membawa Eropa kepada era kegelapan," terangnya.

Bahkan Inggris mencetak rekor sejarah memiliki seorang perdana menteri yang bertahan hanya selama 6 pekan. Dan, kemudian Liz Truss digantikan oleh seorang warga negara Inggris seorang imigran keturunan India, Rishi Sunak, yang akhirnya terpilih dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini.

KTT G20 Indonesia pekan depan, kata ekonom Narasi Institute itu, juga dibayangi oleh situasi dunia yang penuh ketidakpastian dan ketegangan. Situasi terakhir, bagaimana eskalasi yang terus memanas antara Korea Utara dengan Korea Selatan dan Jepang juga membayang bayangi pertemuan G20 tersebut.

"Dengan berbagai permasalahan yang terjadi di dunia saat ini inflasi, krisis utang, dan cost of living yang menghantui banyak negara, ditambah semakin meningkatnya ketegangan di kawasan (Korut-Korsel & Jepang), Taiwan antara China dan AS, serta kemungkinan absennya Biden dan Putin, maka KTT G20 di Indonesia tahun ini berpotensi besar gagal," tegas Achmad.

Baca Juga: Presiden Jokowi Optimis Indonesia Siap Terima Tamu G20 di Bali

Dengan atau tanpa adanya momentum KTT G20, Indonesia sebetulnya dapat memiliki peran diplomasi dan peran leadership yang lebih signifikan dalam percaturan dunia. Namun situasi saat ini Indonesia tidak dapat mengambil peran yang strategis bagi dunia kecuali hanya hal hal yang bersifat ceremony belaka.

Pada gilirannya, penting bagi bangsa Indonesia pada 2024 mendatang memiliki kepala negara yang memahami kompleksitas hubungan (relationship) antarbangsa.

"Seorang kepala negara yang memiliki leadership yang kuat yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia menjadi pemain utama dunia. Dan bukan sekedar pemain pinggiran dan bersifat seremonial belaka," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: