Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pamer Pemenuhan HAM di Jenewa, Yasonna: Ada Rekomendasi Kritis Soal Hukuman Mati dan Isu Papua

Pamer Pemenuhan HAM di Jenewa, Yasonna: Ada Rekomendasi Kritis Soal Hukuman Mati dan Isu Papua Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly memaparkan bahwa Indonesia telah menyampaikan pembangunan HAM selama lima tahun terakhir dalam acara Universal Periodik Review (UPR) ke-4 di Jenewa, Swiss pada Rabu (9/11/2022).

Di antaranya, Yasonna menyebut tindak lanjut pemenuhan HAM sesuai dengan 167 rekomendasi pada UPR sebelumnya. Selain itu, dia juga mengaku telah menyampaikan penangan khusus pada saat Indonesia menghadapi pandemi.

Baca Juga: Kemenkumham Hapus 5 Pasal RKUHP, 627 Rancangan Siap Dibahas Lebih Lanjut

"Bagaimana pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara pemenuhan hak hidup, hak pendidikan, hak atas kesehatan dan keselamatan masyarakat, serta keberlangsungan akses ekonomi dan kehidupan," kata Yasonna dalam press briefing yang diikuti secara virtual di Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Yasonna juga menuturkan bahwa dalam sidang UPR, perwakilan Indonesia menyampaikan perkembangan perundang-undangan, peraturan, serta dinamika penegakan hukum nasional.

"Serta tentunya, kehidupan demokrasi dan good governance, penegakan rule of law, peran masyarakat sipil yang kian dinamis, serta engagement Indonesia pada tingkat internasional," jelas Yasonna.

Yasonna menegaskan, yang perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan dalam mempromosikan dan melindungi HAM sangat terikat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Oleh karena itu, kata Yasonna, pencapaian pemenuhan HAM dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari komitmen berkelanjutan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan sejahtera.

"Perlu saya tekankan bahwa berbagai kemajuan upaya pemenuhan HAM mendapat banyak apresiasi dari negara lain, misalnya dalam hal komitmen untuk terus memajukan capaian RANHAM kita; memperluas akses kesehatan dan pendidikan; penghapusan kekerasan terhadap perempuan; hingga dalam upaya merevisi KUHP," paparnya.

Kendati demikian, Yasonna menuturkan bahwa pihaknya mencatat sejumlah rekomendasi yang kritis telah disampaikan kepada Indonesia. Di antaranya, kata Yasonna, isu hukuman mati, isu ratifikasi opsional protokol konvensi antipenyiksaan, revisi kitab UU Hukum Pidana, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap Hak Wanira, anak dan disabilitas, serta isu Papua.

Baca Juga: Gelar Rapat Bersama Kemenkumham, DPR: RKUHP Kemungkinan Disahkan Tahun Ini

"Tentunya hal ini tidak perlu disikapi dengan berkecil hati. Catatan-catatan penting tersebut akan ditempatkan sebagai refleksi untuk terus meningkatkan pembangunan kita dan melakukan koreksi lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pembangunan kita secara merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia di mana pun berada," kata Yasonna.

"Karena bagaimanapun, tidak ada negara yang sungguh-sungguh sempurna dalam pencapaian pembangunan HAM-nya," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, UPR merupakan gelaran dialog interaktif yang telah berjalan selama empat kali sejak 2017 lalu. Pada gelaran tahun ini, UPR dihadiri oleh 108 negara yang ikut berpartisipasi dalam mendorong pembangunan di bidang HAM secara internasional maupun nasional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: