Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RKUHP Harus Dilahirkan, Pemerintahan Jokowi Dapat Dukungan: Wujudkan Reformasi Sistem Hukum Pidana!

RKUHP Harus Dilahirkan, Pemerintahan Jokowi Dapat Dukungan: Wujudkan Reformasi Sistem Hukum Pidana! Kredit Foto: Dok. Panpel
Warta Ekonomi, Palu -

Guru Besar Universitas Negeri Semarang Prof. Dr. R Benny Riyanto, SH, M.Hum., mengungkapkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia saat ini adalah warisan kolonial Belanda yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvS) yang sudah dinaturalisasi menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Hal itu disampaikan di acara Sosialisasi RUU KUHP, di Palu, Selasa (15/11).

“Walaupun sudah dinaturalisasi, karena itu merupakan produk kolonial Belanda, pasti belum mendasarkan pada nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terkait dengan perlindungan dasar falsafah negara kita Pancasila,” ujarnya.

Baca Juga: Makanannya Lebih Enak Sama Ganjar Pranowo, Anak Jokowi Disorot Tajam: Berarti Sama Anies Baswedan...

Prof. Benny menjabarkan perbedaan antara KUHP WvS dan RUU KUHP, di mana secara sistematika ada perbedaan dalam jumlah buku. KUHP WvS memiliki tiga buku, sedangkan RUU KUHP memiliki dua buku saja.

“Dari tiga buku di dalam WvS, draft RUU KUHP menyederhanakan dengan menggabungkan Buku II tentang Kejahatan dan Buku III tentang Pelanggaran menjadi satu terminologi yang namanya Tindak Pidana. Sehingga draft RUU KUHP hanya ada dua buku, Buku I dan Buku II,” jelasnya.

Kata Prof. Benny, Kritik-kritik yang mengatakan bahwa RUU KUHP overkriminalisasi atau banyak perbuatan yang diatur menjadi tindak pidana adalah tidak benar. Karena menurutnya, pasal-pasal yang ada di Buku II RUU KUHP lebih sedikit dari pada Buku II dan Buku III KUHP WvS digabungkan.

Lebih jauh Prof. Benny mengatakan, ada beberapa urgensitas terkait perlunya dilahirkan KUHP Nasional, antara lain telah terjadi pergeseran paradigma dari Keadilan Retributif menjadi paradigma Keadilan Korektif, Restoratif, dan Rehabilitatif.

“Dengan pergeseran paradigma ini memang menuntut KUHP WvS untuk segera diganti karena sudah tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan hukum pidana saat ini, karena tuntutan dari paradigma baru berlaku secara universal di seluruh belahan dunia kita,” jelasnya.

Selain itu, hukum tertulis juga selalu tertinggal dari fakta peristiwanya, KUHP WvS sudah berumur 100 tahun lebih sehingga perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukumnya pasti sudah bergeser. KUHP WvS juga belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terhadap dasar falsafah negara Pancasila.

“Lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem Hukum Pidana Nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan untuk melahirkan sistem Hukum Pidana Nasional yang komprehensif yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta Hak Asasi Manusia yang sifatnya universal,” ujar Prof. Benny.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof.Dr. Pujiyono, SH. M.Hum. mengatakan bahwa pada saat dulu RKUHP dibuat memiliki misi tunggal yaitu dekolonisasi, tetapi kemudian berkembang menjadi demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi.

“Ketika berbicara pembaharuan KUHP, pada hakikatnya bukan pembaharuan norma, tetapi pembaharuan sistem nilai, atau pembaharuan ide dasar. Karena KUHP yang kita miliki saat ini sebetulnya berdasarkan pada ide dasar individualis liberal yang bertentangan dengan konsep ide dasar kita yaitu monodualistik,” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa di dalam RKUHP menganut asas keseimbangan, salah satunya adalah asas keseimbangan penentuan tindak pidana.

Baca Juga: Dengar Anies Baswedan Dinilai Tokoh Pemersatu Bangsa, Anak Jokowi Langsung Tertawa Lepas!

“Sangatlah naif ketika kita menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana hanya yang bersumber dalam KUHP, sedangkan masih banyak perbuatan yang merupakan tindak pidana tetapi tidak tertampung di dalam Undang-Undang,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: