Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pliss! Kalau Cuma Solusi Semu dan Solusi Palsu, Jangan Lakukan Transisi Energi

Pliss! Kalau Cuma Solusi Semu dan Solusi Palsu, Jangan Lakukan Transisi Energi Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri mengatakan sebagian besar masyarakat yang peduli terhadap lingkungan meminta pemerintah tidak memberikan solusi semu dan solusi palsu dalam masa transisi energi. 

Solusi semu adalah solusi yang dianggap belum terbukti dari sisi nilai ekonomi dan aspek teknisnya, tetapi sudah menjadi strategi andalan.

"Solusi palsu artinya solusi yang dianggap memiliki konsekuensi negatif pada upaya penekanan emisi di jangka panjang. Biasanya solusi yang punya dampak terhadap lahan dan hutan atau dia bersifat memperpanjang umurnya industri fosil," ujar Adhityani dalam diskusi virtual, Sabtu (19/11/2022). Baca Juga: Transisi Energi Harus Mencakup Dua Hal Ini 

Sebagaimana diketahui transisi energi dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca atau biasa disebut dekarbonisasi. Namun menurut sebagian besar masyarakat pencinta lingkungan transisi energi tidaklah cukup hanya mengurangi emisi karbon saja. 

Adhityani mengatakan, mereka memiliki prinsip bahwa  dekarbonisasi itu satu harus mengakhiri umur dari energi fosil hulu sampai hilir karena energi fosil memiliki dampak ekstra luas yang luar biasa diluar dari emisi jadi kalau misalnya ada industri gas yang emisinya bisa 0 emisi 

"karena menggunakan karbon capture yang storege itu tidak bisa diterima oleh mereka. atau misalnya batubaea bisa dibersihkan secara total dengan kombinasi antara co firing, off shatre dan juga penggunaan teknologi yang lebih efisien, tetap tidak bisa diterima bahkan sampai hilirisasi batubara karena sifatnya memperpanjang industri fosil dan itu melanjutkan log in pada infrastruktur fosil yang pada gilirannya klau terjadi krisis fosil seperti yang melanda eropa akan sangat mudah bagi Indonesia untuk balik," Ujarnya. 

Sedangkan untuk soluse semu sebenarnya bukan dianggap jelek tapi banyak keraguan seputar implementasi di Indonesia, akan mahal apa tidak, karena dikhawatirkan ini sudah menjadi strategi andalan didalam national determination carbon (NDC). 

Adhityani melanjutkan hal yang ditolak salah satunya adalah pemanfaatan gas alam dimana gas alam tadi disebut sebagai transision fuel,karena resiko yang terlampau sangat tinggi pada log in dan pada industri fosil dan membuat umur industri fosil akan lebih panjang lagi. Baca Juga: Keterjangkauan dan Pembiayaan Jadi Masalah Utama Transisi Energi

Kemudian hilirisasi batubara bukan hanya ekonomi dan teknis tapi juga yang sangat ditolak adalah pernyataan bahwa ini akan memperpnjang tambang batubara dan industri batubara secara keseluruhan.

"Co firing biomasa dengan biofuel itu karena konsekuensi dengan lahan, diragukan sekali bahwa ini tidak akan berujung pada deforestasi karena ke nyatanya implementasi di lapangan sudah ada indikasi kearah sana, dan yang terakhir adalah amonia base generation yang dianggap malah menghasilkan gas rumh kaca yang lebih poten yaitu metan dalam proses produksinya maupun dalam proses pengolahanya dan pembakaranya jadi ini sangat2 ditolak oleh mereka," Tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: