Menteri Keuangan Sri Mulyani baru saja menyampaikan Realisasi APBN Oktober 2022. Menurutnya, sampai akhir Oktober 2022, Kementerian Keuangan mencatat defisit Rp169,5 triliun atau terkontraksi 0,91 persen terhadap PDB, dampak dari makin optimalnya APBN sebagai shock absorber terhadap tekanan global dan domestik.
Realisasi pembiayaan utang hingga 31 Oktober 2022 mencapai Rp506 triliun atau 53,6 persen dari target yang ditetapkan. Capaian ini jauh lebih rendah, atau turun 21,7 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Butuh Sokongan Percepatan Belanja APBN
Untuk tahun 2022, Pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB. Hingga 18 November 2022, SKB I telah tercapai sebesar Rp46,9 triliun, sementara realisasi SKB III mencapai Rp95,4 triliun.
Pembiayaan APBN disampaikan tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile. Indonesia juga disebut masih tetap resilien dan didukung kinerja APBN yang baik dan langkah antisipatif pengadaan utang, antara lain: penyesuaian atau penurunan target penerbitan utang tunai mempertimbangkan kondisi kas pemerintah; Optimalisasi SBN domestik melalui SKB III; penerbitan SBN Ritel sebagai upaya perluasan basis investor domestik; dan fleksibilitas Pinjaman Program.
"Berbagai faktor, indikator yang tadi ditunjukkan, dari ekonomi maupun dari sisi APBN, menggambarkan underlying kegiatan ekonomi Indonesia yang pulih secara kuat dan cukup impresif, dan masih bertahan. Itu adalah hal yang menggambarkan optimisme dari kondisi ekonomi kita," ungkap Menkeu dalam paparannya di APBN KiTA secara virtual, Kamis (24/11/2022).
Lebih lanjut, Menkeu juga menjelaskan prospek perekonomian global masih harus terus diwaspadai akibat eskalasi risiko global seperti lonjakan inflasi, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, potensi krisis utang global, serta potensi stagflasi. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup kuat, terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Berikan Solusi untuk Hadapi Tantangan Industri Hulu Migas Nasional
"Oleh karena itu, APBN sebagai instrumen shock absorber harus diyakinkan kesehatannya. APBN sendiri ini which is terlihat dari tadi penerimaan kita cukup baik, belanja kita tetap disiplin, kecuali yang untuk shock absorber dan defisit kita yang jauh lebih," kata Menkeu.
"Menurut berbagai proyeksi lembaga-lembaga internasional tahun depan diperkirakan jauh lebih berat. Ini yang membuat kita harus waspada tidak untuk menakut-nakuti, tapi memang kita harus melihat dan mendengar dan melihat tren itu untuk bisa merumuskan langkah-langkah menjaga ekonomi kita yang sedang baik ini," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Laras Devi Rachmawati
Editor: Puri Mei Setyaningrum