Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aktivis: Perlindungan Masyarakat dari Bahaya BPA Perlu Diperkuat

Warta Ekonomi, Jakarta -

Belakangan ini, masyarakat semakin akrab dengan istilah senyawa kimia Bisphenol A (BPA), berkat pemberitaan yang meluas di banyak media nasional. Boleh dibilang, edukasi tentang bahaya BPA pada air minum yang terkontaminasi dari luluhan galon plastik polikarbonat, semakin membuat masyarakat  sadar potensi bahaya dari air galon yang mereka minum.

“Berbagai publikasi ilmiah mutakhir menunjukkan berbagai dampak fatal akibat toksisitas BPA pada kelompok dewasa dan usia produktif, antara lain bisa mempengaruhi fertilitas, menyebabkan keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas, dan berbagai penyakit metabolik,” kata Amalia S Bendang, Ketua Harian Net Zero Waste Mangement Consortium, dalam rilisnya belum lama ini.

“Dampak BPA pada kelompok usia anak-anak dapat menyebabkan depresif, ansietas, perilaku anak menjadi hiperaktif, emosional dan tidak stabil, dan kekerasan yang berpengaruh terhadap dopamine, serotonin, acetylcholine, dan thyroid,” katanya menjelaskan.

Menurut Amalia, BPA popular sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke banyak produk komersial, termasuk wadah pangan untuk makanan dan minuman. Plastik yang mengandung campuran BPA biasanya digunakan sebagai wadah makanan, botol minuman atau botol susu bayi dan barang lainnya.

“BPA juga lazim digunakan untuk membuat resin epoxy yang dimanfaatkan sebagai lapisan dalam wadah makanan kaleng untuk menjaga agar logam tidak cepat berkarat,” katanya.

“Sebagai bahan kimia, BPA adalah material bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifat, konsentrasi atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan hidup dan kesehatan  manusia,” kata Amalia.

Sementara itu, aktivis Valencia Mieke Randa mengajak kepada masyarakat untuk memilih air minum yang aman dan sehat bagi keluarganya.

Menurut Pencetus gerakan Blood For Life tersebut, ini adalah ajakan secara pribadi sebagai ibu yang peduli kepada kesehatan anak dan keluarga. Ia mencermati kebiasaan masyarakat saat ini yang luput dari penggunaan air minum  sehat, padahal air minum adalah hal yang paling esensial bagi manusia.

"Inilah pentingnya edukasi bagi masyarakat untuk semakin sadar akan pentingnya air minum yang paling esensial bagi kehidupan manusia, dan semakin kritis dalam memilih air minum yang akan dikonsumsi untuk keluarga, " katanya.

Ia juga menekankan agar masyarakat lebih teliti dan kritis dalam mencermati kebersihan dan keamanan air yang diminum sehari-hari. Utamanya dengan memastikan wadah makanan dan minuman yang digunakan  juga harus benar-benar aman dari bahan kimia berbahaya, seperti BPA.

"Sebagai ibu, saya tentu saja sangat peduli dengan segala hal yang berhubungan dengan Kesehatan,” katanya. “Dari informasi yang saya baca, banyak sekali air kemasan yang menggunakan wadah bercampur BPA, di mana jika tidak sengaja terkonsumsi akan berisiko memicu penyakit jantung, kanker, kelainan organ hati, diabetes, gangguan otak dan gangguan perilaku pada anak kecil, " katanya.

Valencia juga mengingatkan agar pemerintah dan juga organisasi seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI}  untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan  BPA dalam kemasan makanan dan minuman yang beredar di masyarakat. Masyarakat luas juga perlu terus diedukasi, sehingga masyarakat jadi lebih tenang dan tahu memilih yang terbaik untuk keluarga. 

“Saya mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan label BPA free dan sertifikasi BPOM,” katanya, dengan tujuan agar masyarakat jadi lebih cerdas dalam memilih galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang mereka beli.

Mengenai urgensi pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mempercepat pelabelan BPA pada kemasan galon air minum, ia mengatakan memang  sangat perlu. 

"Saya rasa ini (pelabelan BPA) akan membantu para orangtua, terutama kaum ibu, sebagai orang yang menentukan apa yang dikonsumsi oleh keluarga, jadi mereka lebih bisa memilih apa yang terbaik dan aman untuk kesehatan keluarga mereka, " katanya.

Saat ini, Indonesia punya masalah dengan ketersediaan air bersih. Akibatnya, jutaan masyarakat di Indonesia sangat tergantung pada produksi galon plastik keras polikarbonat (PC) yang bercampur bahan kimia BPA.

Seperti diketahui, BPA memiliki bahaya residu dari proses luluhnya partikel tersebut dari galon plastik PC ke dalam air minum yang diwadahinya. Residu inilah yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia dewasa dan anak-anak.

Ketergantungan konsumen Indonesia pada galon polikarbonat bekas pakai yang mengandung BPA ini tampak pada produksi air minum kemasan pada 2021 yang telah mencapai 30 miliar liter, dengan nilai penjualan sebesar Rp48 triliun. Sebuah angka yang fantastis.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, ditemukan 4 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum dalam kemasan, baik dalam bentuk kemasan galon maupun kemasan botol. 

Dari tiga segmen air kemasan bermerek, penjualan air minum kemasan botol tercatat sebesar Rp22,6  triliun, disusul air minum dalam kemasan galon sebesar Rp20,1 triliun, dan air minum dalam kemasan gelas sebesar Rp4,8 triliun.

Data statistik industri mencatat, terdapat sekitar 1,17 miliar/tahun galon beredar di pasar, di mana 80% dari galon bermerek yang beredar di pasar merupakan galon kemasan dengan jenis plastik polikarbonat, sedangkan sisanya merupakan galon kemasan plastik dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: