Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementerian ESDM Luncurkan Peta Jalan Strategis Percepatan Implementasi Bioetanol

Kementerian ESDM Luncurkan Peta Jalan Strategis Percepatan Implementasi Bioetanol Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) menyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia. | Kredit Foto: Kementerian ESDM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) menyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia.

Kajian tersebut dilakukan guna mendukung program implementasi penggunaan Bioetanol pada bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri Bioetanol di Indonesia.

Direktur Bioenergi Edi Wibowo mengatakan, saat ini total produksi bioetanol fuel grade baru mencapai 40.000 KL per tahun, atau jauh di bawah kebutuhan 696.000 KL per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta. 

Baca Juga: Jalin Banyak Kerja Sama, Kementerian ESDM Fokus pada Tiga Pilar Utama

"Pasokan yang tersedia dari PT Enero dan PT Molindo sebagai produsen bioetanol fuel grade baru dapat memasok sekitar 5,7 persen saja kebutuhan Jawa Timur dan Jakarta. Artinya dari sisi supply harus ditingkatkan," ujar Edi dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (8/12/2022). 

Edi mengatakan, pencampuran bioetanol sejatinya telah diujicobakan dengan kandungan 2 persen (E2) di Jawa Timur pada tahun 2018, namun hasil menunjukan harga BBM campuran bioetanol masih sedikit diatas harga BBM non-PSO. 

Namun, dengan meningkatnya harga BBM dan pentingnya upaya peningkatan ketahanan energi, re-introduksi BBM campuran bioetanol kembali menjadi isu strategis.

Sementara itu, pakar bioenergi ITB Tatang Hernas Soerawidjaja mengapresiasi langkah Presiden dan menyatakan campuran bioetanol dapat menjadi solusi pengurangan tekanan impor BBM yang memberatkan neraca perdagangan Indonesia.

"Apabila kita mengambil contoh kesuksesan penggunaan substitusi impor diesel dengan program Biodiesel, maka kita juga dapat mengurangi tekanan impor bensin yang jauh lebih besar porsinya dibandingkan bahan bakar jenis diesel," ujar Tatang. 

Tatang mengatakan, hasil riset ITB menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar US$2.6 milyar dari substitusi impor diesel melalui program Biodiesel kelapa sawit. 

Di sisi lain, laporan ITB memproyeksikan Indonesia akan mengimpor hingga 35.6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor bahan bakar minyak tahun 2021. Bahwa penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.

Manfaat lain bioetanol juga adalah potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43% termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2.5 dan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23% pada tahun 2025. 

"Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM," ujarnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: