Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Profesor Korea Selatan Buka-bukaan Soal Sampah Plastik Dunia, Mengkhawatirkan!

Profesor Korea Selatan Buka-bukaan Soal Sampah Plastik Dunia, Mengkhawatirkan! Kredit Foto: Sutterstock.
Warta Ekonomi, Seoul -

Limbah plastik yang tidak tertangani dan mengakibatkan pencemaran laut, masih menjadi persoalan utama lingkungan hidup.

Wilayah Asia, terutama ASEAN dan Asia Timur adalah kontributor utama sampah plastik dunia.

Baca Juga: Pakar Temukan Asia Paling Banyak Memproduksi Sampah Plastik, Penyebabnya Luar Biasa!

Pakar Lingkungan dari Chungnam National University, Prof. Yong-Chul Jang Ph.D mengatakan, kondisi ini tak lepas dari fakta ekonomi plastik berbasis bahan bakar fosil, yang sangat bergantung pada ekonomi linier.

Ini ditandai dengan kegiatan produksi massal, konsumsi massal, dan berujung pada pembuangan limbah secara massal.

"Faktanya di dunia, 79 persen limbah plastik berakhir dengan penimbunan atau dibuang begitu saja. Yang diolah dengan mesin insinerasi, hanya 12 persen. Dan yang didaur ulang, cuma 9 persen," jelas Prof. Yong-Chul dalam Workshop IV Indonesia Next Generation Journalist Network Batch 2, bertema Indonesia-Korea Cooperation: Synergizing A Path Towards A Circular Economy yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, beberapa waktu lalu.

Problem penanganan limbah plastik, tak hanya menjadi PR besar bagi negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Negara maju pun pusing memikirkannya.

Dalam konteks ini, Prof. Yong-Chul menekankan perlunya kerja sama internasional untuk mengatasi limbah plastik yang mencemari laut dan sungai, untuk menjaga kelestarian ekosistem.

Dalam jangka panjang, bioplastik dapat menggantikan berbasis bahan bakar fosil saat ini plastik, yang akan berkontribusi untuk mengurangi emisi karbon.

Sementara plastik berbahan bakar fosil, harus mengandalkan sirkularitas dengan mengadopsi daur ulang kimia serta bahan daur ulang.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Yong-Chul juga menyoroti target Indonesia mengurangi sampah plastik yang mencemari laut, hingga 70 persen pada 2025.

Salah satu yang dianjurkan adalah penerapan Extended Producer Responsibility (EPR).

"EPR bukan magic, yang bisa memecahkan semua masalah pengelolaan sampah plastik. EPR menawarkan metode insentif ekonomi terpadu yang dipadukan dengan strategi manajemen, untuk mengatasi limbah plastik. Strategi ini meliputi pengumpulan sampah, infrastruktur daur ulang, pemisahan sampah, dan upaya mengedukasi konsumen," papar Prof. Yong-Chul.

"Kerja sama antara Indonesia-Korea pastinya akan menguatkan langkah mengatasi limbah plastik dan melindungi laut dari cemaran sampah plastik," imbuhnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: