Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Israel Wajib Paham, Status Masjid Al Aqsa dan Yerusalem Jangan Diubah Jika Tidak Hamas Lakukan...

Israel Wajib Paham, Status Masjid Al Aqsa dan Yerusalem Jangan Diubah Jika Tidak Hamas Lakukan... Kredit Foto: Sky News
Warta Ekonomi, Tel Aviv -

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Israel jika negara tersebut berani mengubah status quo Masjid Al-Aqsa dan Yerusalem. Hal itu disampaikan Haniyeh saat peringatan 35 tahun berdirinya Hamas, Selasa (13/12/2022).

“Kami benar-benar tidak akan mengizinkan implementasi rencana Zionis di Masjid Al-Aqsa atau di Yerusalem secara lebih luas. Pedang Yerusalem belum dan tidak akan disarungkan,” kata Haniyeh dalam pidatonya, dikutip laman Times of Israel.

Baca Juga: Markas Hamas di Gaza Dibombardir Pesawat Tempur Militer Israel

Dia menegaskan tugas Hamas untuk menjaga Al-Aqsa tidak akan pernah luntur. “Hamas telah membuat kesepakatan dengan rakyat kami atas Masjid Al-Aqsa yang diberkati dan telah menjaga kedalaman rasa hubungan Islam dengan Yerusalem dan Al-Aqsa kami,” ucapnya.

Komentar Haniyeh muncul di tengah kekhawatiran atas penunjukan pemimpin sayap kanan partai Otzma Yehudit, Itamar Ben Gvir, sebagai menteri keamanan nasional Israel dalam pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu.

Sebagai tokoh yang dikenal anti-Arab, naiknya Ben Gvir ke posisi tersebut diprediksi membuka peluang bagi kaum Yahudi untuk dapat melaksanakan peribadatan di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa.

Selama ini sejumlah aktivis Yahudi telah mendorong agar warga Yahudi diizinkan melakukan peribadatan di sekitar situs tersuci ketiga umat Islam tersebut.

Pada Senin (12/12/2022) lalu, Ben Gvir bahkan telah menyerukan agar pembatasan kaum Yahudi untuk memasuki dan beribadah di Al-Aqsa dicabut. Menurutnya hal itu merupakan bentuk “apartheid” anti-Yahudi di tempat suci.

Pada 8 Desember lalu, Benjamin Netanyahu telah meminta perpanjangan waktu selama dua pekan untuk membentuk pemerintahan. Tenggat waktu pembentukan pemerintahan seharusnya berakhir pada Minggu (11/12/2022) tengah malam lalu.

"Kami berada di tengah-tengah negosiasi dan telah membuat banyak kemajuan. Namun dilihat dari kecepatannya, saya memerlukan perpanjangan hari yang disediakan oleh undang-undang untuk membentuk pemerintahan," kata Netanyahu dalam surat yang dirilis oleh kantornya, 8 Desember lalu, dikutip laman Al Arabiya.

Secara hukum, presiden Israel, yang kini dijabat Isaac Herzog, dapat memberikan perpanjangan waktu hingga 14 hari untuk keperluan negosiasi. Partai Likud yang dipimpin Netanyahu telah menandatangani kesepakatan koalisi dengan tiga partai ekstrem kanan, yakni Religious Zionism, Jewish Power, dan Noam.

Pada Kamis pekan lalu, Likud mengumumkan kesepakatan dengan partai keempat, yaitu Shas. Tapi kesepakatan dengan Shas dan blok ultra-Ortodoks lainnya, United Torah Judaism, bersifat sementara, bukan kesepakatan koalisi yang mengikat.

“Masih ada masalah yang belum terselesaikan terkait alokasi posisi,” tulis Netanyahu dalam suratnya kepada Isaac Herzog, mencatat sifat prematur dari perjanjian Shas dan United Torah Judaism.

Sebelumnya beberapa analis politik memperkirakan Netanyahu tak akan memerlukan waktu lama untuk mengumumkan pemerintahan barunya setelah menerima mandat pembentukan dari presiden. Namun melihat situasi saat ini, pembicaraan koalisi terbukti rumit.

Netanyahu terpaksa memberikan portofolio sensitif kepada tokoh-tokoh kontroversial, termasuk pemimpin ekstremis dari Jewsih Power, Itamar Ben Gvir. Tokoh yang dikenal dengan retorika anti-Arab itu akan menjadi menteri keamanan nasional.

Artinya Ben Gvir bakal bertanggung jawab atas polisi perbatasan di Tepi Barat yang diduduki. Penunjukannya sebagai menteri keamanan nasional Israel telah memicu kekhawatiran di antara kalangan masyarakat Palestina.

Sementara itu, alokasi portofolio Netanyahu untuk anggota partainya sendiri juga belum diselesaikan. Komplikasi lainnya adalah bahwa pemimpin partai Shas, Aryeh Deri, telah dihukum karena pelanggaran pajak. Menurut jaksa agung Israel, karena terbelit kasus tersebut, Deri dilarang bertugas di kabinet.

Parlemen Israel, di mana Netanyahu dan sekutunya sekarang mengendalikan mayoritas, mungkin berusaha untuk meloloskan undang-undang yang memungkinkan Deri bertugas di kabinet sebelum memperkuat kesepakatan koalisi.

Di bawah perjanjian Shas-Likud sementara, Deri akan menjadi menteri dalam negeri dan menteri kesehatan di pemerintahan Netanyahu berikutnya. Dia pun ditunjuk sebagai wakil perdana menteri. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: