Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tren Ekspor Turun, GAPKI Catat Kenaikan Konsumsi Minyak Sawit dalam Negeri pada Dua Tahun Terakhir

Tren Ekspor Turun, GAPKI Catat Kenaikan Konsumsi Minyak Sawit dalam Negeri pada Dua Tahun Terakhir Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Data GAPKI menunjukkan bahwa permintaan minyak sawit Indonesia periode 2005-2015 tercatat stabil yakni sekitar 11%. Namun, pada periode 2016-2020, permintaan tersebut turun menjadi 8% dan dalam dua tahun ini yakni 2020-2022 justru tumbuh negatif -2,54%.

Sementara itu, disampaikan Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI, Fadhil Hasan, konsumsi minyak sawit dalam negeri justru mengalami peningkatan karena adanya program biofuel. Konsumsi minyak sawit dalam negeri tumbuh 11,7% pada periode 2005-2010. Kemudian, pada periode 2010-2015 sempat turun menjadi 9,25% dan naik lagi sebesar 18% pada 2015-2020. Sementara untuk periode 2020-2022, konsumsi dalam negeri tercatat turun 7,5%.

Baca Juga: Sawit Punya Peran Besar terhadap Perekonomian Negara Superpower Dunia, Gak Bisa Diremehkan!

"Konsumsi ada peningkatan karena ada program mandatori biofuel. Tapi untuk ekspor trennya menurun," kata Fadhil dalam Diskusi Virtual, Rabu (14/12).

Lebih lanjut dikatakan Fadhil, penurunan ekspor minyak sawit terjadi pada periode 2005-2022. Bahkan dalam periode 2020-2022, Fadhil menyebut ekspor justru tumbuh negatif yakni -7,66%. Penurunan tak hanya terjadi pada ekspor minyak sawit, namun juga produksi minyak sawit. Disampaikan Fadhil, produksi minyak sawit dalam 3 tahun terakhir menunjukkan tren penurunan seiring dengan ekspor. 

"Tahun 2022 produksi diperkirakan turun dibanding 2021 juga dengan ekspor. Ini terkait dengan adanya inkonsistensi kebijakan terkait dengan pelarangan misalnya sangat berpengaruh pada performance 2022," jelasnya.

Selain itu, penurunan ekspor dalam tiga tahun terakhir juga dipengaruhi pandemi Covid-19. Pada Semester I – 2022, ekspor mengalami destruksi dan turun tajam akibat kebijakan restriksi dan larangan ekspor. Sementara itu, kata Fadil, pada Semester II telah terjadi pemulihan, hanya saja tidak sepenuhnya mengompensasi suspend yang sebelumnya dilakukan.

Fadhil menjelaskan, pada dasarnya permintaan terhadap minyak sawit memiliki prospek yang masih baik, di mana pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibandingkan produksi. Adanya perang Rusia-Ukraina membuat terjadinya kekurangan pasokan minyak nabati dunia. Pasalnya dua negara ini menjadi penghasil utama minyak rapeseed dan bunga matahari. Kondisi ini memberikan peluang kepada minyak sawit untuk mengambil pasar yang kekurangan tersebut.

"Ini kesempatan bagi kita untuk kita mengisi kekurangan tersebut. Tapi persoalannya lagi-lagi apakah kita memiliki kemampuan untuk bisa merespon tersebut, karena kita juga mengalami tren menurun dalam hal produksi," kata Fadhil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: