Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mirip Awal Pandemi Covid-19, Mayat Bergelimpangan di Rumah Sakit Beijing, Ada Apa?

Mirip Awal Pandemi Covid-19, Mayat Bergelimpangan di Rumah Sakit Beijing, Ada Apa? Kredit Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins
Warta Ekonomi, Beijing -

Lonjakan kasus Corona terjadi di China, menyusul pencabutan aturan ketat nol Covid-19. Tidak ada informasi detail mengenai jumlah warga yang terjangkit dan pasien yang meninggal. Namun, rumah duka dan krematorium di Beijing keteteran menangani permintaan kremasi.

Dilansir Reuters, Sabtu (17/12/2022), terdapat 30-an mobil jenazah yang berbaris memasuki krematorium khusus pasien Covid-19 di Dongjiao, Beijing. Sementara para pekerja di sejumlah rumah duka bekerja lebih sibuk dibanding biasanya.

Baca Juga: PCR Bukan Lagi Kewajiban bagi Orang-orang yang Tiba di Ibu Kota China

Di antaranya, terdapat ambulans dengan mayat terbungkus sprei di bagasi terbuka, kemudian diangkut pekerja berseragam hazmat untuk dipindahkan ke ruang persiapan menunggu kremasi.

Beberapa meter dari krematorium, di rumah pemakaman, jurnalis Reuters menyaksikan 20 kantong jenazah diletakkan di lantai. Reuters tidak bisa memastikan penyebab kematian jenazah tersebut.

Kemudian di Rumah Duka Huairou, seorang staf melaporkan jenazah disimpan selama tiga hari sebelum dapat dikremasi.

Rumah duka dan krematorium di seluruh kota berpenduduk 22 juta itu, kini berjuang seiring tingginya kebutuhan pelayanan, banyak pekerja dan pengemudi dinyatakan positif Covid-19.

“Sekarang mobil dan pekerja lebih sedikit. Banyak pekerja yang dinyatakan positif. Anda bisa membawa jenazah ke sini sendiri, baru-baru ini sibuk,” beber staf itu.

Seorang staf di Rumah Duka Miyun menyebut, jumlah jenazah lebih banyak dibanding periode sebelum pencabutan sebagian besar pembatasan pandemi. Staf yang enggan menyebutkan namanya ini menambahkan, ada tumpukan permintaan layanan kremasi di sana.

Di Shanghai, telah dilaporkan bahwa tambahan 230.000 tempat tidur rumah sakit telah tersedia. Beberapa sekolah di kota itu juga telah menghentikan kelas tatap muka karena guru dan staf sakit.

Sejak aturan ketat dicabut, China meminta warganya tetap di rumah jika mengidap gejala ringan. Sementara kota-kota di seluruh China bersiap menghadapi gelombang infeksi pertama mereka.

Epidemiolog Wu Zunyou berpendapat, kebijakan pembatasan dicabut lebih awal. Ia memperkirakan 250 ribu orang akan meninggal. Hanya saja, proporsi pasien yang sakit parah turun sebesar 0,18 persen dari kasus yang dilaporkan. Dari sini, lanjutnya, bisa terlihat tingkat kematian perlahan turun

Tidak bisa dipastikan bahwa antrean permintaan kremasi ini akibat kenaikan kasus Covid. China belum memberikan laporan secara resmi angka kematian akibat Covid-19 sejak 7 Desember 2022, saat aturan ketat nol Covid-19 dicabut.

Namun Komisi Kesehatan Nasional melaporkan, tidak ada perubahan angka resmi kematian, yakni 5.235 kasus sejak pandemi muncul di 2019.

Data kasus Covid-19 yang minim memicu perdebatan di media sosial. Orang-orang tidak bisa menemukan angka pasti perihal kematian, pasien rawat inap dan pasien yang sakit parah.

“Mengapa statistik ini tidak dapat ditemukan? Apa yang terjadi? Apakah mereka tidak menghitungnya atau mereka tidak mengumumkannya?” tanya seorang pengguna media sosial China.

Baca Juga: Menlu Jepang Inisiatif Bakal Kunjungi China, Ada Apa?

Dalam beberapa hari terakhir, Beijing dihantam penyebaran varian Omicron yang menular dengan amat cepat. Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) yang berbasis di Amerika Serikat memperkirakan, kasus infeksi Covid-19 di China akan kembali meningkat seiring pelonggaran pembatasan.

Direktur IHME Christopher Murray mengatakan, kasus penularan Covid-19 di China akan mencapai puncaknya sekitar April tahun depan. Angka kematian akibat Covid diprediksi akan mencapai 322.000 orang dan sekitar sepertiga populasi China akan tertular pada saat itu.

Lonjakan angka kematian bakal menguji langkah otoritas China yang bulan ini beralih dari protokol lockdown, larangan perjalanan, dan tes Covid-19 tanpa henti. B F. 7 disebut menjadi subvarian Omicron baru di balik lonjakan kasus Covid-19 China. Pasalnya, subvarian ini menyebar luas terutama di Beijing.

Dikutip dari Medical Xpress, BF.7, merupakan singkatan dari BA.5.2.1.7, yang masih turunan dari varian Omicron BA.5. Laporan dari China menunjukkan, BF.7 memiliki kemampuan infeksi terkuat dari subvarian Omicron di negara tersebut.

Selain itu, BF.7 lebih cepat menular daripada varian lain, memiliki masa inkubasi lebih pendek, dan dengan kemampuan lebih besar untuk menulari orang yang pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya.

BF.7 juga bisa menyerang mereka yang sudah divaksinasi Covid-19, meskipun gejalanya terbilang ringan. Bahkan, dalam hal kecepatan penularan, satu orang yang terinfeksi Covid-19 Omicron BF.7 bisa menularkan virus ke 10 hingga 18 orang lainnya.

Tingkat penularan BF.7 yang tinggi, karena penyebaran tersembunyi dengan banyaknya orang terpapar tanpa gejala, menyebabkan kesulitan signifikan dalam mengendalikan wabah Covid tersebut.

Gejala infeksi BF.7 serupa dengan subvarian Omicron lainnya, meliputi demam, batuk, sakit tenggorokan. Namun sebagian kecil orang juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare. BF.7 mungkin menyebabkan penyakit yang lebih serius pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: