Peneliti Climate Policy Unit & Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Novia Xu mengatakan dalam mendorong penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), efisiensi penggunaan energi juga harus dilakukan.
Dalam artian bahwa pembangunan ekosistem rendah karbon tidak serta merta hanya lewat penggunaan kendaraan listrik, tapi non-bermotor atau transportasi umum penting.
"Keamanan dan kenyamanan transportasi umum bermanfaat untuk semua (inklusif), misalnya siswa yang belum bisa berkendara," ujarnya.
Baca Juga: Subsidi Kendaraan Listrik Salah Sasaran Jika Diberikan ke Pengguna Roda Empat
Novia mengatakan, subsidi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang dilakukan oleh pemerintah jika dikaitkan dengan memengaruhi subsidi energi rasanya sulit untuk dinilai.
Sulit untuk melihat dampak dari subsidi mobil atau motor listrik karena faktor yang memengaruhi besaran subsidi energi tidak hanya penggunaan kendaraan pribadi.
"Tapi juga penggunaan untuk industri, kemudian dipengaruhi juga oleh harga energi di dunia karena Indonesia masih price taker sebagai net importir," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa Pemerintah akan memberikan subsidi pada setiap pembelian mobil listrik sebesar Rp80 juta, mobil listrik hybrid Rp40 juta, sepeda motor listrik Rp8 juta, dan konversi motor listrik Rp5 juta.
Adapun tujuan pemberian insentif kendaraan listrik itu untuk memberikan kontribusi pencapaian zero carbon pada 2060. Pasalnya, salah satu penyumbang terbesar carbon dioxide adalah asap kendaraan bermotor yang menggunakan energi fosil. Untuk pengurangan carbon dioxide itu, Pemerintah mendorong migrasi dari kendaraan bermotor fosil ke kendaraan listrik melalui insentif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: