Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bank Dunia Ungkap Faktor Harga Beras Indonesia Tertinggi di ASEAN, Relevankah dengan Kondisi RI?

Bank Dunia Ungkap Faktor Harga Beras Indonesia Tertinggi di ASEAN, Relevankah dengan Kondisi RI? Kredit Foto: Antara/Henry Purba
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Dunia menyatakan Indonesia menjadi negara dengan harga beras tertinggi se-ASEAN. Menurut Bank Dunia, kondisi ini telah berlangsung selama satu dekade.

Bank Dunia memaparkan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga beras Indonesia dibandingkan negara lainnya adalah rantai pasok yang panjang dan biaya distribusi yang tinggi.

Pandangan tersebut turut diamini oleh Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Bhima berpendapat persoalan rantai distribusi memang menjadi persoalan negara yang masih belum juga tuntas meski telah berlangsung lama.

Baca Juga: Bank Dunia Sebut Harga Beras Indonesia Mahal, Mentan: Belum Pernah di Atas Rp12.500

"Masalah panjangnya rantai distribusi perberasan dari petani ke konsumen akhir adalah masalah klasik tapi belum juga tuntas. Apalagi ditengah naiknya harga bahan bakar solar pengangkutan bisa picu naiknya harga beras di tingkat konsumen," kata Bhima saat dihubungi Warta Ekonomi, Rabu (21/12/2022).

Ia menjelaskan persoalan distribusi seharusnya bisa dipangkas melalui intervensi pemda dan BUMD. Pemda dapat andil pada urusan hambatan logistik dengan membenahi infrastruktur pendukung pertanian.

Adapun BUMN dapat membeli langsung beras dari petani, mengurangi porsi tengkulak dalam tata niaga, hingga menggunakan teknologi digital untuk memperpendek rantai distribusi beras.

Namun, Bhima tak sependapat dengan dugaan Bank Dunia yang menyebut monopoli impor BUMN untuk komoditas utama menjadi salah satu faktor tingginya harga beras di Tanah Air.

"Soal kritik monopoli impor bumn kurang relevan, karena perluasan wewenang impor di sisi swasta justru bisa blunder ke pendapatan gabah di tingkat petani," ujarnya.

Dia meyakini wewenang pengelolaan impor beras di tangan BUMN atau Bulog merupakan pilihan yang lebih tepat untuk kondisi dalam negeri. "Sehingga satu pintu pengawasan lebih mudah. Kalau swasta disuruh impor nanti jadi masalah rente pangan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: