Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jauh dari Kata Rampung, Fix Jadi Beban Presiden Selanjutnya
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hingga saat ini jauh dari kata selesai. Bahkan menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat yang juga anggota Komisi V DPR Willem Wandik proyek ini berpotensi menjadi beban, ketimbang keuntungan.
Melihat masih jauhnya dari rampung padahal masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera habis. Artinya proyek ini akan ditanggung juga oleh pemimpin berikutnya.
"Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung saat ini berada pada posisi menjadi beban Pemerintah dan generasi presiden selanjutnya. Beban ini akan ditanggung pemerintah selama 80 tahun berikutnya, bisa berpotensi bertambah, jika selama 80 tahun tersebut terjadi kondisi yang luar biasa," ujar Willem lewat keterangannya, Ahad (25/12).
Terdapat sejumlah alasan mengapa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hanya akan menjadi beban pemerintah.
Pertama adalah realisasi anggaran dalam pengerjaan proyek kereta cepat yang telah melampaui ambang batas perencanaan anggaran yang ditetapkan sebelumnya.
Saat ini kondisi keuangan proyek mengalami bubble atau gelembung di angka Rp 21 triliun. Hal itu mendesak Indonesia untuk menarik pinjaman Rp 16 triliun ke China Development Bank atau mencapai 75 persen dari total kebutuhan anggaran yang tersedia saat ini, untuk menambal kebutuhan pembengkakan anggaran yang terjadi.
"Sehingga menjadi alasan pada sisi kepentingan investor China melalui operator pelaksananya di KCIC (Kereta Cepat Indonesia-China) mendorong negosiasi untuk menambah konsesi hak pengoperasian kereta cepat dari 50 tahun menjadi 80 tahun," ujar Willem.
Kedua, gelembung anggaran proyek kereta cepat ini, menjadi beban yang lebih menakutkan dibandingkan utang IMF.
Hal ini dikarenakan klausul penguasaan monopoli jalur kereta cepat justru dikuasai hampir mendekati 100 tahun, itu bahkan melampaui batas produktivitas aset kereta cepat.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Banyak Masalah dan Bikin Negara Tekor Bertubi-Tubi, Pakar: Itu Proyek Gagal!
"Beban pembiayaan yang begitu membengkak, diperburuk lagi dengan akting para pelaksana proyek yang dituntut untuk segera mengejar target penggunaan kereta cepat yang harus segera dicapai di tahun 2023," ujar Willem.
"Hal ini, tidak lain bertujuan untuk mempercepat manfaat politis sebelum masa tugas kepresidenan tuntas di tahun 2024," sambungnya.
Demi mengejar pencapaian politis tersebut, para insinyur dipaksakan untuk mengejar waktu tersebut. Sehingga tanpa disadari, berbagai aspek yang menjadi standar engineering dan keselamatan justru terabaikan.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Hanya Akan Jadi Beban Negara Selama 50 Tahun ke Depan, Kok Bisa?
"Padahal, penggunaan kereta cepat tersebut akan melibatkan jutaan pengguna transportasi di Jabar-DKI Jakarta. Pengabaian standar engineering dan keselamatan bagi pengguna kereta cepat ini dapat menjadi bom waktu dan teror transportasi di masa-masa mendatang," ujar Willem.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty