Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau yang biasa dipanggil Gus Yahya mengatakan pada awalnya konstruksi yang dominan dalam organisasi NU adalah konstruksi politik.
Namun, menurut dia saat ini NU tidak mau terlibat lagi dalam politik parktis. Menurut Gus Yahya konstruksi politik tersebut sudah dibentuk dan dimapankan sejak 1952 saat NU berfungsi sebagai partai politik.
Kemudian, pada Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984, NU menegaskan gerakannya untuk tidak terlibat lagi dalam politik praktis atau yang dikenal dengan Khittah 1926.
“Makanya sekarang ini kita mau kembali kepada prinsip hasil Muktamar tahun 1984. Kita nggak mau terlibat di dalam politik praktis,” ucap Gus Yahya dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) di Jakarta, kemarin.
Gus Yahya mengatakan konstruksi politik yang dibangun NU tersebut berlangsung cukup lama yakni 32 tahun. Karena itu, menurut dia tidak mudah untuk mengubah konstruksi politik tersebut.
“Tidak mudah untuk mentransformasikan kemapanan ini menjadi sesuatu yang lain. Lembaga-lembaga, struktur, mekanisme-mekanisme, dan pola pikir orang-orang NU masih sangat dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan politik praktis sampai sekarang,”tegasnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi NU. Sebagai pimpinan NU, Gus Yahya ingin mengubah pola pikir politik praktis tersebut.
“Maka kita harus mengatasi dulu tantangan untuk mengendalikan mindset (pola pikir) politik praktis yang masih ada sampai sekarang. Lebih dari itu, saya ingin mentransformasikan secara lebih sistematis ke arah satu pembentukan konstruksi yang merupakan satu sistem pemerintahan,” kata Gus Yahya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar