Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Era Disrupsi Digital, Maruf Amin: Publisher Rights Harus Diperjuangkan

Era Disrupsi Digital, Maruf Amin: Publisher Rights Harus Diperjuangkan Borong | Kredit Foto: Reporter
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin menjanjikan akan menindaklanjuti rumusan regulasi publisher rights atau hak penerbit yang saat ini dalam proses penyusunan.

Menurut dia kehadiran regulasi itu menjadi salah satu upaya mendukung keseimbangan ekosistem pers di Indonesia akibat disrupsi perkembangan pesat platform global.

“Saya merasa ini (publisher rights) sesuatu yang harus diperjuangkan. Tidak saja hanya selamat dari sakaratul maut, tapi supaya bisa, istilah saya, mencapai hayatan thoyyiban, kehidupan yang baik. Yaitu membangun ekosistemnya,” ujar Kata Maruf dalam acara silaturahmi dengan perwakilan Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Dewan Pers di Jakarta, kemarin.

Maruf menilai perlunya keseimbangan ekosistem pers. Dia pun menyoroti keberadaan platform global dan kemunculan media online yang mendominasi arus informasi publik. Namun, keberadaan keduanya hingga saat ini belum diatur oleh pemerintah.

Karena itu menurut Maruf, pemerintah perlu segera menindaklanjuti rumusan regulasi terkait publisher rights. Ia pun meminta informasi lebih lanjut mengenai negara lain yang telah menerapkan kebijakan tentang publisher rights ini.

“Saya minta benchmark dari suatu negara yang pernah mewujudkan ini [publisher rights]. Sehingga kita bisa lihat modelnya. Kalau bisa kita lebih baik daripada itu,” pinta Wapres.

Sebelumnya, Peneliti isu media yang juga merupakan Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Agus Sudibyo, mengatakan bahwa platform global-seperti google, facebook, instagram-saat ini menguasi 70% surplus ekonomi digital.

Hal ini menyebabkan banyak media yang tidak mengikuti kode etik jurnalisme demi mendapatkan rating pembaca.

“Banyak media yang akhirnya melanggar etika. Celakanya, di antara media mainstream, sekarang di mata platform, yang melakukan proses kode etik, proses jurnalisme dengan baik, sama dengan media yang tidak melakukan dengan baik. Ini kadang akhirnya muncul media tidak jelas,” ungkap Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: