Catatan Akhir Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di Bidang Ekonomi, Politik dan Hukum, Fraksi PKS: Jauh dari Harapan
Di sisi lain, pemerintah tidak memiliki data stok pangan yang benar-benar akurat, sementara ketika terjadi kekurangan stok pangan solusinya acapkali mengandalkan impor dari negara lain seperti baru-baru ini pemerintah melalui Bulog akan kembali mengimpor beras 200 ribu ton untuk memenuhi stok pangan pada bulan Desember 2022.
KONDISI POLITIK DAN DEMOKRASI
Di sektor politik dan demokrasi, Fraksi PKS menyoroti kondisi politik dan demokrasi menjelang penyelenggaraan pemilu 2024.
Fraksi PKS menyayangkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang masih terus bergulir dari berbagai kalangan bahkan dari para elit politik dan pejabat negara. 3 Ketum Partai Politik, 2 Menteri Kabinet, bahkan Ketua MPR RI menghidupkan lagi wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Pun tak ketinggalan sejumlah organisasi relawan pendukung Jokowi terus meminta agar masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.
Fraksi PKS menyesalkan dan mengelus dada kenapa sulit sekali menaati konstitusi yang telah menetapkan masa jabatan presiden 5 tahun? Perjuangan reformasi menyepakati pembatasan masa jabatan presiden dimaksudkan untuk mencegah lahirnya kembali otoritarianisme dan menghalangi siapapun untuk memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Jadi stop wacana perpanjangan masa jabatan presiden-wapres dan mari kembali ke konstitusi. Entoh tahapan pemilu 2024 sudah dilaksanakan oleh penyelenggara untuk kita sukseskan bersama.
Meski penyelenggaraan pemilu sudah berjalan, Fraksi PKS mewanti-wanti betul soal profesionalitas dan netralitas penyelenggara pemilu. Fraksi PKS menyoroti sejumlah peristiwa dan bersama masyarakat sipil mengawal sejumlah kasus yang mencuat.
Perihal dugaan kecurangan berupa manipulasi data dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang ditemukan dan disuarakan oleh masyarakat sipil pemantau pemilu. Manipulasi diduga terjadi ketika proses rekapitulasi data hasil verifikasi faktual, yang dilakukan secara berjenjang. Akibatnya, sejumlah partai politik calon peserta pemilu yang gagal lolos verifikasi administrasi dan faktual menilai KPU tidak transparan dan adil dalam memutuskan hasil verifikasi sehingga menimbulkan gugatan.
Fraksi PKS juga menyoroti kontestasi politik bakal calon presiden yang sudah mulai menghangat di masyarakat. Bagi Fraksi PKS semakin banyak bakal calon yang muncul semakin baik. Tentu saja bakal calon harus membawa semangat kebangsaan dan mengedepankan kontestasi gagasan daripada adekuat politik belaka. Sejumlah kecenderungan di lapangan politik yang perlu kami ingatkan untuk diwaspadai bersama, antara lain:
(1) Masih adanya wacana dan keinginan sejumlah elite partai politik untuk menciptakan skenario hanya dua pasangan calon yg berkontestasi di Pemilu 2024. Fraksi PKS menyayangkan skenario ini karena rentan terjadinya polarisasi atau keterbelahan di masyarakat sebagaimana pemilu 2019. Fraksi PKS menginginkan pemilu yang semakin berkualitas dengan pilihan calon pemimpin yang lebih banyak minimal 3 pasang calon karena hal itu jelas menguntungkan rakyat sebagai pemilih. Atas dasar itulah PKS menggungat ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi, meskipun gugatan tersebut tidak dikabulkan.
(2) Masih berhembus kabar di tengah masyarakat bahwa ada bakal calon presiden yang ingin dijegal pencalonannya dalam kontestasi Pemilu 2024. Berkembangnya isu semacam ini jelas tidak sehat bagi demokrasi Indonesia. Politik masih dikakukan dengan cara-cara lama yang memecah belah bangsa.
HUKUM DAN ETIKA PENYELENGGARA NEGARA
Pada sektor hukum dan etika penyelenggara negara, Fraksi PKS menyoroti lahirnya kitab undang-undang hukum pidana, kualitas penegakan hukum dan kompetensi etika penyelenggara negara.
Fraksi PKS mengapresiasi lahirnya KUHP baru dengan perspektif yang sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an dalam banyak aspek, antara lain dalam pasal-pasal kesusilaan yang benar-benar ingin membentengi moral masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti perluasan delik perzinahan, kohabitasi, dan perbuatan cabul.
Dalam konteks ini, Fraksi PKS tegas menolak intervensi negara lain termasuk organisasi internasional yang memprotes aturan tersebut kerena dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia. Bagi Fraksi PKS, hal ini terkait kedaulatan hukum bangsa Indonesia yang sesuai nilai, jati diri dan karakter bangsa Indonesia sehingga bukan semata soal hak asasi manusia apalagi jika hak asasi itu berlaku tanpa batas seperti HAM Barat.
Meski demikian, Fraksi PKS tetap memberikan catatan kritis bahkan penolakan atas sejumlah pasal KUHP baru yang bertentangan dengan semangat dan agenda reformasi, dan sebaliknya masih bernuansa kolonial, seperti pasal penghinaan presiden, pemerintah dan lembaga-lembaga negara.
Fraksi PKS melihat pasal tersebut bisa menjadi 'pasal karet' di tangan penguasa berwatak otoriter sehingga bisa mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat rakyat untuk menyampaikan kritik dan koreksi kepada penguasa. Oleh karena itu, Fraksi PKS meminta pasal tersebut dibatalkan pada pengesahan RUU KUHP yang lalu.
(1) Fraksi PKS menyoroti kinerja KPK yang dipersepsi publik berdasarkan hasil survei integritas mengalami penurunan. Sejumlah kasus dalam sorotan publik antara lain keberadaan tersangka korupsi yang masih belum diketahui dan belum juga berhasil ditangkap hingga saat ini. Salah satu yang paling disorot publik ialah kasus Harun Masiku.
(2) Fraksi PKS juga sangat menyesalkan coreng moreng wajah kepolisian dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua oleh mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo, tragedi "Kanjuruhan Berdarah." Terdapat juga kasus-kasus serta dugaan keterlibatan sejumlah oknum perwira dalam judi online, pertambangan ilegal, dan peredaean narkotika, dll. Hal tersebut membutuhkan perhatian dan perbaikan serius dari institusi khususnya Kepolisian Republik Indonesia.
(3) Fraksi PKS sangat prihatin dan bersedih lagi-lagi wajah hukum tanah air tercoreng dalam kurun waktu singkat karena adanya 2 Hakim Agung dan 3 Hakim Yustisial di Mahkamah Agung (MA) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hukum di Indonesia tengah berada di titik nadir. Mafia kasus pun dinilai masih bertebaran di berbagai lembaga peradilan negeri ini. Reformasi sistemis di bidang hukum masih jauh dari harapan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: