Aksi korporasi Pertamina menurunkan harga beberapa jenis BBM nonsubsidi, Selasa (3/1), dinilai anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, sebagai sesuatu yang wajar.
Ia menilai aksi korporasi itu sudah seharusnya diambil Pertamina sebagai konsekuensi logis turunnya harga minyak dunia hingga ke level USD 75 per barel.
Ia menyebut justru aneh bila Pertamina tidak mau menyesuaikan harga BBM non subsidi sekarang. Karena harga BBM sejenis milik swasta sudah diturunkan lebih dulu.
Baca Juga: Pertamina Pastikan Kesiapan Layanan BBM dan LPG di Jalur Pansela di Wilayah Jawa Barat
"Harga BBM dunia merosot tajam, dari USD 120 per barel pada bulan Juni 2022 menjadi sekitar USD 75 per barel di awal Januari 2023. Maka sudah seharusnya harga BBM Pertamina ini disesuaikan. Malah akan jadi janggal kalau tidak turun atau kalau harga BBM Pertamina lebih tinggi dari harga BBM pada operator lain.
Harga BBM Revvo Ron 92 sudah lebih dulu turun dari Rp. 14.000 per liter menjadi Rp. 12.800 per liter. Karenanya menjadi wajar kalau Pertamax Ron 92 diturunkan dari Rp. 13.900 per liter menjadi Rp. 12.800 per liter.
Jadi harga Pertamax 92 sama dengan harga Revvo 92, yakni sebesar Rp. 12.800 per liter. Ini juga jarang terjadi. Biasanya harga BBM Pertamina lebih murah dibandingkan dengan harga BBM dari operator lain," jelasnya.
Ia menambahkan, secara bisnis justru tidak menguntungkan bagi Pertamina bila badan usaha ini tidak menurunkan harga BBM nonsubsidi.
“Masyarakat bisa berduyun-duyun beralih ke BBM swasta karena harganya lebih murah dan kualitasnya terjamin," kata Mulyanto.
Baca Juga: Bantu Pengemudi Ojek Online, Relawan Sandiaga Uno Salurkan BBM Murah di Pemalang
Karena itu Mulyanto minta Menteri BUMN, Erick Thohir tidak membesar-besarkan keputusan menurunkan harga BBM nonsubsidi ini sebagai prestasi yang luar biasa. Karena faktanya memang Pertamina harus menurunkan harga seiring turunnya harga minyak dunia.
Malah, kata Mulyanto, keputusan menurunkan harga ini terbilang terlambat. Seharusnya sejak sebulan lalu Pertamina menurunkan harga BBM ini, karena harga minyak dunia terus merosot mulai 2 bulan sebelumnya.
Sebagai catatan, Pertamina juga pernah tidak menurunkan harga Pertamax di awal pandemi Covid-19 meski harga minyak dunia di bawah USD 20 per barel, bahkan minus.
Dengan logika yang sama, harga BBM bersubsidi, seperti Solar dan Pertalite juga harusnya diturunkan oleh Pemerintah.
Baca Juga: Antisipasi Kelangkaan BBM Selama Nataru, Pertamina Patra Niaga Tinjau Sistem Digitalisasi SPBU
"Tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk menekan harga BBM bersubsidi ini. Harga ICP Indonesia yang sebesar USD 76 per barel di bulan Desember 2022 sudah jauh di bawah angka asumsi makro APBN-P yang sebesar USD 100 per barel, atau asumsi makro APBN 2023 yang sebesar USD 95-100 per barel. Sementara kurs dollar dan volume BBM bersubsidi relatif tetap," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait:
Advertisement