- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Kenaikan Tarif Angkutan Kapal Ferry Dianggap Membebani Masyarakat, MTI: Pernyataan Menhub Tidak Mendasar
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Bambang Haryo Soekartono, mempertanyakan ucapan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang menyebut kenaikan tarif angkutan kapal ferry sebasar 20 persen akan membebani masyarakat.
"Apa yang dilontakan Menhub itu sama sekali tidak mendasar sama sekali," singkat Bambang Haryo Soekartono menanggapi permasalah tidak kunjung usai soal tarif angkutan penyeberangan di Surabaya, Jumat (6/1/2023).
Baca Juga: Tiket Penyeberangan PT ASDP Indonesia Ferry Bakal Tersedia di Tiket.com
Pria yang sering disapa BHS ini memberi contoh perhitungan secara ekonomis, misalnya unit truk pengangkut beras 30 ton di lintas Merak-Bakauheni, tarifnya saat ini adalah Rp974.278, jika tarifnya naik 20 persen maka akan mengalami kenaikan sebesar Rp194.855 sehingga per kg beras akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp6,4 saja atau jika harga beras adalah Rp10.000/kg maka kenaikannya hanya sebesar 0,064 persen saja.
Bahkan, jika tarif angkutan penyeberangan dinaikkan sesuai dengan kekurangan perhitungan yang seharusnya, yaitu 35,4 persen, maka dampaknya hanya 0,11 persen atau Rp11,4 per kg beras.
"Harusnya Menhub paham jumlah transportasi publik dan logistik yang menggunakan ferry jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan angkutan ferry. Seperti misal lintas Merak-Bakauheni sebagai lintasan penyeberangan yang terpadat, dalam satu hari sekitar menyeberangkan 5 ribu kendaraan truk, sedangkan jumlah truk yang ada di Indonesia sekitar 6,5 juta unit. Jadi yang menggunakan angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0.07 persen," ujar mantan angota DPR/RI Komisi V Periode 2014-2019 ini.
Baca Juga: Puncak Arus Natal Mulai 29 Desember, ASDP Prediksi Lintas Ajibata-Ambarita Naik 10 Persen
Menurut BHS, dampak kenaikan tarif ferry terhadap kenaikan inflasi atau harga barang menjadi jauh lebih kecil secara total kendaraan yang ada di Indonesia.
Lebih lanjut, BHS mengungkapkan pernyataan Menhub soal membebani masyarakat itu justru akan menjadi bumerang yang akan memicu bencana yang besar bagi keselamatan transportasi penyeberangan.
"Karena bagaimana pengusaha ferry akan bisa menjamin keselamatan dan pelayanan minimum, apabila tarif jauh di bawah perhitungan break event point yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jangan sampai Menhub, demi untuk politisasi, mengorbankan keselamatan masyarakat yang menggunakan transportasi penyeberangan," ungkapnya.
Dikatakan pula soal tarif yang sebenarnya, Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) sudah melibatkan stakeholder tarif (Perwakilan Masyarakat atau YLKI, PT ASDP, Operator Pelayaran, Asuransi, dan Pemerintah) dan bahkan melibatkan Kemenko Marvest di Tahun 2019.
Baca Juga: Pengusaha Angkutan Penyeberangan Gugat Menhub, Gapasdap: Justru Kami Ingin Melindungi Masyarakat
Saat itu tarif yang ditetapkan sudah tertinggal 45,5 persen dari HPP dan Kemenhub menjanjikan akan menaikkan secara bertahap. Akan tetapi, di tahun 2020 lalu pemerintah hanya menaikkan sebesar 10,1 persen saja.
"Akibat kebijakan itu, banyak sekali pengusaha pelayaran yang menemui kesulitan bahkan beberapa perusahaan bangkrut. Semuanya terjadi di lintas komersial akibat tarif yang tertinggal sangat jauh dari perhitungan break event point yang dilakukan oleh pemerintah," ulas BHS.
Perlu diketahui, pada 2021, Gapasdap mengajukan kenaikan tarif sebelum adanya kenaikan BBM, mengacu kepada janji Kemenhub untuk melakukan kenaikan tarif secara bertahap setiap 6 bulan.
Baca Juga: Direstui Jokowi, Erick Thohir Pede BUMN Angkutan Bus Kian Mentereng Habis Merger Damri dan PPD
Dan disetujui pada saat itu sesuai dengan KM 172 tahun 2022 yang prosesnya sudah melibatkan stakeholder yang akan dilakukan bertahap dengan besaran saat itu adalah sebesar 20 persen. Menhub pun sudah menyetujui serta menandatangani surat keputusan tersebut dan bahkan menyosialisasikannya kepada masyarakat.
Namun, secara tiba-tiba Menhub membatalkan tarif yang sudah disosialisasikan ke publik dengan besaran sebesar 11 persen, bersamaan satu minggu sebelumnya terjadinya kenaikan BBM sebesar 32 persen. Akibat pembatalan itu, pengusaha bertambah kesulitan, bahkan ada pula operator yang tidak bisa memenuhi standarisasi pelayanan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement