Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Prediksi Perekonomian Indonesia Tahun 2023: Waspadai Risiko Geopolitik dan Perlambatan Perdagangan

Prediksi Perekonomian Indonesia Tahun 2023: Waspadai Risiko Geopolitik dan Perlambatan Perdagangan Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebelum pergantian tahun, para ahli bahkan Presiden Joko Widodo sendiri mengatakan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang gelap untuk perekonomian Indonesia. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari adanya risiko secara geopolitik dan perlambatan perdagangan. 

Chief Economist and Investment Strategies PT Manulife Aset Manajemen, Katarina Setiawan, menjelaskan bahwa faktor geopolitik yang memengaruhi perekonomian Indonesia bahkan dunia adalah belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina dan adanya ketegangan antara Tiongkok-Amerika Serikat. 

“Faktor geopolitik tersebut bisa berdampak terhadap sentimen investasi. Selain itu, adanya faktor perlambatan pertumbuhan juga memicu adanya ketidakpastian yang menjadi risiko untuk diwaspadai,” ujar Katarina dalam konferensi pers virtual, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023.

Baca Juga: Sudah 11 Bulan Berlalu, Analis: Ukraina-Rusia Tidak Tertarik Pembicaraan Damai

Risiko kedua, yaitu perlambatan perdagangan, mencakup adanya risiko resesi di berbagai negara, risiko pelemahan nilai tukar, dan tekanan untuk menjaga suku bunga di level tinggi supaya bisa menjaga daya tarik nilai tukar.

Kendati demikian, bukan berarti perekonomian Indonesia sama sekali tidak mempunyai harapan di tahun 2023 ini. Katarina menjelaskan bahwa ada potensi selera investasi yang lebih positif di pasar saham dan kondisi yang lebih positif bagi pasar obligasi.

“Selera investasi di pasar saham punya kecenderungan lebih positif karena beberapa hal, salah satunya adalah berkurangnya tekanan kenaikan suku bunga BI,” tambahnya.

Baca Juga: Tingkat Inflasi Capai 5,51%, Mirae Asset Sekuritas Prediksi Bank Indonesia akan Kembali Naikkan Suku Bunga

Katarina berpendapat bahwa pengendalian inflasi di Indonesia masih sangat baik jika dibandingkan dengan negara lain. Inflasi Indonesia berada di angka 5,5% yang artinya masih berada di bawah perkiraan pengamat. Hal ini membuat Bank Indonesia (BI) sebenarnya tidak perlu terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga. 

Selain itu, aktivitas domestik juga diharapkan bisa meningkat menjelang dilaksanakannya Pemilu 2024. Menurut Katarina, biaya yang dianggarkan untuk pesta pemilihan wakil rakyat tersebut mencapai Rp110,4 triliun, dua setengah kali lebih tinggi dari anggaran periode sebelumnya yang hanya sekitar Rp25 triliun (Pilpres) dan Rp20 triliun (Pilkada). Hal ini diyakini dapat menggerakkan roda perekonomian dan meningkatkan daya beli masyarakat yang ujungnya membantu pertumbuhan PDB.

Perihal kondisi positif bagi pasar obligasi, Katarina mengatakan bahwa siklus kenaikan suku bunga sudah mendekati puncak sehingga mengurangi tekanan dan memberi stabilitas di pasar obligasi. Likuiditas domestik juga meningkat berkat dukungan investor domestik di tengah sepinya kepemilikan asing.

Baca Juga: BCA Tawarkan Produk Reksa Dana Manulife Obligasi Unggulan Kelas A, Apa Keunggulannya?

“Saldo anggaran yang masih tersisa mengurangi rencana penerbitan obligasi oleh pemerintah. Hal ini membuat harga terjaga dan minat obligasi meningkat dengan terbatasnya suplai,” imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: