Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Produksi Minyak Sawit Tahun 2022 Turun, Apa Penyebabnya?

Produksi Minyak Sawit Tahun 2022 Turun, Apa Penyebabnya? Pekerja menurunkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari atas mobil di Desa Lemo - Lemo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Sabtu (2/7/2022). Harga TBS kelapa sawit tingkat pengepul sejak sebulan terakhir mengalami penurunan harga dari Rp2.280 per kilogram menjadi Rp800 per kilogram disebabkan banyaknya produksi. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pencapaian produksi minyak sawit tahun 2022 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan, tahun 2022 tersebut merupakan tahun keempat berturut-turut di mana produksi cenderung turun atau stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.

Berdasarkan data GAPKI, diketahui total produksi minyak sawit sepanjang tahun 2022 tercatat turun tipis menjadi 51,248 juta ton dengan rincian produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 46,729 juta ton dan minyak inti sawit mentah (crude palm kernel oil/CPKO) sebanyak 4,519 juta ton.

Baca Juga: Solusi Menyelesaikan Perkebunan Sawit Yang Diklaim Masuk Kawasan Hutan

Tingkat produksi minyak sawit yang menurun tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, secara teknis, cuaca ekstrem basah mengakibatkan aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan pupuk menjadi terganggu. Kedua, harga pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. 

Ketiga, pelarangan ekspor pada tahun 2022 menyebabkan buah tidak dapat dipanen tidak hanya pada periode pelarangan, tetapi juga pada beberapa bulan setelahnya ketika stok masih sangat tinggi. Keempat, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang tidak mencapai target dan pertambahan luas areal yang secara total hanya 600 ribu hektare dalam 5 tahun terakhir akibat moratorium perizinan berusaha untuk kelapa sawit, menyebabkan hilangnya harapan kenaikan produksi dari tanaman-tanaman baru.

Kelima, harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: